Kamis 02 Mar 2017 00:05 WIB

Pada Februari, Nilai Tukar Petani Turun 0,58 Persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen padi di persawahan yang terendam banjir di Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (16/2).
Foto: Antara/Aji Styawan
Petani memanen padi di persawahan yang terendam banjir di Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (16/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Februari 2017 sebesar 100,33 atau mengalami penurunan 0,58 persen dibanding bulan sebelumnya sebesar 100,91. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, penurunan NTP karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 0,24 persen sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami kenaikan sebesar 0,34 persen. 

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. Semakin tinggi angka NTP, semakin baik pula daya beli petani. 

Penurunan NTP Februari 2017 dipengaruhi oleh turunnya NTP pada subsektor tanaman pangan sebesar 1,61 persen, subsektor hortikultura sebesar 0,04 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,04 persen, dan subsektor peternakan sebesar 0,28 persen. Sementara subsektor perikanan justru mengalami kenaikan NTP sebesar 0,3 persen. 

"Seluruh subsektor turun kecuali perikanan," ujar Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Rabu (1/3). 

Indeks harga yang diterima petani (It) yang turun sebesar 0,24 persen lebih disebabkan oleh penurunan It untuk subsektor tanaman pangan sebesar 1,17 persen dan subsektor peternakan sebesar 0,05 persen. Sementara subsektor yang mengalami kenaikan adalah tanaman hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan subsektor perikanan. 

Sementara, melalui Indeks harga yang dibayar petani (Ib) bisa dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh petani atau masyarakat perdesaan. Pada Februari 2017, secara nasional Ib naik sebesar 0,34 persen dibanding Januari 2017. Kenaikan Ib secara nasional didorong oleh kenaikan Ib di subsektor tanaman pangan sebesar 0,45 persen, tanaman hortikultura 0,39 persen, perkebunan rakyat 0,25 persen, dan peternakan sebesar 0,23 persen. Sementara subsektor perikanan juga naik 0,27 persen. 

Penjelasannya, di subsektor tanaman pangan, harga palawija (khususnya jagung dan ketela pohon) di tingkat petani mengalami penurunan 0,68 persen. Sementara, harga jual di tingkat petani untuk gabah juga menurun 1,27 persen. 

Di subsektor hortikultura, kenaikan It disebabkan oleh naiknya harga sayur-mayur seperti cabai rawit dan bawang merah yang naik rata-rata 0,53 persen. Sementara itu, harga komoditas karet dan sawit untuk subsektor tanaman perkebunan rakyat juga mengalami kenaikan 0,25 persen. 

Dari 33 provinsi yang dilakukan survei oleh BPS, maka ada 18 provinsi yang NTP-nya menurun. Sedangkan, 15 provinsi lainnya mengalami kenaikan NTP. Penurunan NTP terbesar terjadi di Jawa Timur sebesar 1,27 persen dan sebaliknya, kenaikan NTP tertinggi terjadi di DKI Jakarta sebesar 1,17 persen. 

BPS memberikan penjelasan, penurunan NTP di Jawa Timur disebabkan oleh penurunan di subsektor tanaman pangan khususnya komoditas gabah yang turun 2,57 persen. Sedangkan kenaikan NTP tertinggi terjadi di DKI Jakarta lantaran adanya kenaikan harga komoditas perikanan tangkap seperti cumi-cumi yang naik 1,98 persen. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement