Rabu 01 Mar 2017 08:38 WIB

Cina Beri Insentif Finansial untuk Kelahiran Anak Kedua, Ini Alasannya

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Masyarakat Cina sedang menikmati hiburan bermain seluncur es di Beijing, Cina. Cina dikenal sebagai negara dengan penduduk yang pandai berhemat.
Foto: EPA
Masyarakat Cina sedang menikmati hiburan bermain seluncur es di Beijing, Cina. Cina dikenal sebagai negara dengan penduduk yang pandai berhemat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina berencana memberikan subsidi atau bentuk insentif keuangan lainnya bagi keluarga yang memutuskan untuk memiliki anak kedua. Langkah ini diambil setelah sebelumnya pada 2015, pemerintah Cina meninggalkan kebijakan satu anak yang dipopulerkan sejak 1970-an.

Setelah upaya pengendalian penduduk oleh pemerintah Cina dengan slogan "satu anak cukup", justru kini Cina kekurangan angkatan kerja yang produktif. Hal ini diyakini membuat pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor industri ikut melambat. Saat ini, satu dari tujuh orang di Cina berusia lebih dari 60 tahun. Angka ini akan terus bergerak hingga 2050 nanti, satu dari tiga orang di Cina berusia lanjut.

Dilansir Bloomberg, Wakil Menteri Kesehatan dan Komisi Perencanaan Keluarga Wang Peian sempat mengungkapkan rencana ini kepada media awal pekan ini. Artinya, langkah ini menjadi simbol pergeseran kebijakan pemerintah Cina bila dorongan untuk memiliki dua anak diterapkan. Sebelumnya, Cina dikenal getol untuk menahan laju pertambahan penduduk. Bahkan, sejumlah disinsentif diberikan bila satu keluarga memiliki anak lebih dari satu.

Wang menilai, kemampuan daya beli dan konsumsi masyarakat masih menjadi kendala bagi pemerintah untuk mendorong angka kelahiran. Ia menilai, pemerintah memang harus menyiapkan sejumlah insentif termasuk menekan biaya pendidikan dan pengendalian bahan pokok agar orang tua mau memiliki anak lebih dari satu. Selama ini, kata dia, keluarga kecil di Cina merasa sudah cukup memiliki satu orang anak.

"Apalagi, jumlah anak yang sedikit dianggap memiliki akses pendidikan tinggi yang lebih luas," katanya dikutip Bloomberg, Selasa (28/2).

Wakil Presiden Chinese Academy of Social Sciences Beijing, Cai Fang, kebijakan untuk mendongkrak angka kelahiran tak bisa dilakukan secara satu arah dari pemerintah saja. Ia menilai, butuh kerja keras untuk menggeser lagi pandangan masyarakat Cina yang secara budaya terlanjur berubah sejak kampanye "satu anak cukup" di era 1970-an.

Fang mengambil contoh di Singapura. Negara tersebut dinilai cukup kesulitan untuk mendorong jumlah kelahiran per tahunnya. Ia menganggap, masih banyak orang tua yang enggan memiliki anak lebih dari satu. Alasannya sederhana, orang tua ingin memiliki anak sedikit demi memastikan tingkat kesejahteraan mereka terjaga, terutama tingkat pendidikan si anak. "Banyak orang tua yang enggan memiliki banyak anak," katanya.

Pemerintah Cina mencatat, jumlah kelahiran di negara tersebut tercatat sebanyak 17,8 juta jiwa pada 2016. Angka ini sebetulnya naik 1,3 juta jiwa dibanding 2015. Kebijakan pemerintah Cina untuk menambah angka kelahiran ini diperkirakan bisa menambah jumlah kelahiran hingga 17 juta pada 2020. Tujuannya, terdapat 30 juta tambahan angkatan kerja baru pada 2050 mendatang. Tak hanya itu, pemerintah Cina juga meyakini bahwa tambahan angkatan kerja paling tidak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 0,5 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement