Senin 27 Feb 2017 16:34 WIB

Pemerintah Ingin Kurangi Penawaran Sukuk Global

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Penjualan sukuk (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Penjualan sukuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah berencana mengurangi porsi penawaran sukuk global. Selama ini, sukuk global menguasai 40 persen penawaran obligasi internasional Indonesia. Langkah pemerintah ini menyusul pasar utama penjualan sukuk, yakni negara-negara Timur Tengah, terimbas harga minyak dunia yang anjlok selama dua tahun belakangan. Rendahnya harga minyak membuat penerimaan ikut merosot, sehingga pos-pos belanja negara Timur Tengah butuh pembiayaan.

Solusi yang diambil pemerintah negara-negara Timur Tengah pun sama dengan Indonesia, dengan menerbitkan sukuk global. Artinya, bila sebelumnya pasa Timur Tengah menjadi sasaran utama Indonesia untuk menawarkan sukuknya, kini justru mereka sendiri juga menerbitkan sukuknya sendiri.

Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan menyebutkan, salah satu sasaran penawaran obligasi oleh negara Timur Tengah adalah Indonesia. Salah satu yang terbaru adalah rencana penawaran ke publik 5 persen saham Saudi Aramco, produsen minyak terbesar dunia.

"Nasib Indonesia dan Saudi sama lah. Sama-sama butuh pembiayaan," ujar Scenaider di Kementerian Keuangan, Senin (27/2).

Menyiasati kondisi terbaru ini, pemerintah berencana beralih kepada penerbitan obligasi internasional konvensional, seperti Euro Bond untuk pasar Eropa, Samurai Bond dengan denominasi yen Jepang, dan Global Bond USD untuk pasar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, Scenaider enggan menyebutkan seberapa besar penerbitan sukuk global akan dikurangi.

"Pasar global bond kan luas. Negara maju dengan pendapatan per kapita tinggi, kan saving-nya tinggi. Seperti Eropa, AS, Jepang, investor semua itu," ujarnya.

Meski begitu, ia menanti apa hasil kesepakatan antara pemerintah dengan Kerajaan Arab Saudi saat kunjungan kenegaraan Raja Salman pekan ini. Ia berharap, sejumlah perjanjian investasi termasuk adanya potensi pembelian surat berharga negara dari Saudi bisa dioptimlkan meski kondisi yang dialami Saudi saat ini membuat mereka juga membutuhkan pembiayaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement