Jumat 24 Feb 2017 19:26 WIB

Rasio Pajak Stagnan, Pendanaan APBN tidak Maksimal

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Fernan Rahadi
pajak
Foto: ditjen pajak
pajak

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rasio pajak terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) selama 10 tahun terakhir stagnan sekitar 11 persen. Rasio tersebut tergolong kecil sehingga sumber utama untuk membiayai APBN menjadi tidak maksimal. 

Anggota Komisi XI DPR RI, M Prakosa mengatakan, salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi stagnan tersebut adalah kemampuan direktorat jendral pajak (DJP) yang belum maksimal dalam menggali potensi pajak. Menurutnya, DJP baru mampu menggali 42 sampai 47 persen potensi pajak. 

“Oleh karena itu masih ada sekitar 53 sampai 58 persen potensi pajak belum tergali. Maka itu tidak mudah bagi pemerintah untuk mencapai target pajak 2017,” katanya pada kuliah umum bertajuk Outlook Tantangan dan Arah Kebijakan 2017 di Auditorium MM UGM, Jumat (24/2).

Dalam pandangannya pemerintah perlu melakukan penyesuaian anggaran. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjalankan strategi pengelolaan keuangan berbasis asumsi penerimaan atau strategi yang bertumpu pada aspek belanja.

 “Opsinya pengurangan anggaran atau malah pelebaran defisit,” tutur Prakosa. Maka itu, APBN 2017 sebagai stimulus fiskal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen masih menghadapi sejumlah tantangan. 

Apalagi penerimaan pajak yang tinggi belum bisa diikuti dengan pertumbuhan riil perpajakan. Di mana pajak sebagai tumpuan pendapatan ditargetkan tumbuh 27 persen. Padahal pertumbuhan riil perpajakan pada 2015 sampai 2016 hanya di bawah 10 persen.

 Sementara itu, di tengah belum maksimalnya pendanaan APBN, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan, risiko keuangan global tetap perlu diwaspadai. Terutama terkait kebijakan Amerika dan kondisi geopolitik di Eropa.

 Pasalnya pergerakan resiko fiskal di luar negeri juga bisa berdampak pada perekonomian Indonesia. Perry menjelaskan, rencana ekspansi fiskal dan moneter ketat dapat mendorong penguatan mata uang di Amerika Serikat dan penyesuaian suku bunga lebih cepat. 

Sedangkan rencana relaksasi regulasi keuangan di negara Paman Sam bisa meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global.“Kebijakan proteksinois perdagangan AS juga semakin menambah ketidakpasitan global,” tuturnya.

Adapun hal yang perlu diwaspadai di ranah domestik adalah adanya potensi tekanan terhadap rupiah karena faktor global. Demikian halnya dengan tekanan inflasi karena adminsitered prices dan kenaikan harga volatile foods. Ditambah optimalisasi transmisi moneter dan stabilitas sistem keuangan.

“Karenanya arah bauran kebijakan BI 2017 difokuskan untuk menjaga stabilitas dan memperkuat potensi pemulihan ekonomi,” ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement