REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan target pertumbuhan tahunan ekonomi 5,4 persen tahun ini bukan sesuatu yang mustahil dicapai, asalkan stabilitas tetap terjaga serta didukung dengan peningkatan realisasi belanja pemerintah dan swasta.
Mirza mengakui perekonomian pada kuartal pertama 2017 memang belum melaju kencang karena masih rendahnya kontribusi dari pengeluaran pemerintah dan swasta. "Pada Kuartal I 'kan memang pengeluaran belum banyak dari pemerintah dan dunia usaha," kata Mirza di Jakarta, Jumat (24/2).
Sebelumnya, Bank Sentral menyatakan telah menurunkan proyeksinya untuk pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2017, yakni mejadi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya di 5,05 persen (year on year/yoy). Saat ini, kata Mirza, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang 2017 memang cenderung berada di bagian bawah dari rentang proyeksi BI di 5 persen hingga 5,4 persen (yoy). "Memang lebih ke arah batas bawah 5 s.d. 5,1 persen. Akan tetapi, jika nanti keadaan tetap stabil, lalu pengeluaran pemerintah bisa lebih cepat dikeluarkan, kemudian dunia usaha lebih percaya diri untuk ekspansi bisnis, angka 5,4 persen bukan sesuatu tidak mungkin," ujarnya.
BI masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini di rentang 5 persen-5,4 persen (yoy). Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen.
Pada 2016, pertumbuhan ekonomi hanya melaju 5,02 persen atau belum sesuai dengan target pemerintah sebesar 5,2 persen. Adapun konsumsi pemerintah pada 2016 mencatatkan penurunan setelah pada tahun 2015 konsumsi pemerintah naik 5,32 persen dan pada 2014 naik 1,16 persen.
Selain belanja pemerintah, BI juga mengharapkan kontribusi dari ekspor karena pulihnya harga komoditas. Proyeksi BI pada 2017 harga delapan komoditas akan naik rata-rata 10,2 persen setelah pada 2016 harga komoditas lesu dan memukul kontribusi ekspor. Pada 2015 dan 2016, kontribusi ekspor untuk pertumbuhan ekonomi turun.