Selasa 21 Feb 2017 18:30 WIB

Pemerintah Targetkan tak Ada Impor Gula pada 2019

Michael Fomenko berjalan di antara ladang tebu dalam sebuah foto yang diambil pada tahun 1990-an.
Foto: abc
Michael Fomenko berjalan di antara ladang tebu dalam sebuah foto yang diambil pada tahun 1990-an.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG --- Pemerintah menargetkan bebas importasi gula konsumsi pada 2019 mendatang. Saat ini, kebutuhan konsumsi gula nasional mencapai 5,7 juta ton per tahun. Sedangkan produksi gula dalam negeri baru mencapai 2,2 juta ton.

“Tahun lalu produksi kita hanya 2,2 juta ton dari target 2,5 juta ton, tahun ini kita harapkan lebih baik dengan target 2,7 juta ton,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang pada acara Rapat Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Senin (20/2).

Menurut Bambang, dari 5,7 juta ton kebutuhan gula nasional, 3,2 juta di antaranya adalah kebutuhan untuk gula konsumsi. Sisanya, sekitar 2,5 juta ton merupakan kebutuhan gula industri.

Nah, targetnya pada 2019 kebutuhan gula konsumsi ini bisa kita penuhi sehingga tidak perlu impor lagi,” ujar Bambang.

Guna mencapai target tersebut, Bambang melanjutkan, saat ini pemerintah terus melakukan pendekatan untuk mengoptimalkan existing area di sekitar pabrik gula. Pemda-pemda diminta untuk ikut mendorong agar petani menanam tebu di lahan-lahan yang sudah ada. Pemerintah pusat akan mmberikan bantuan berupa sarana produksi, pupuk, obat-obatan, teknologi pengolahan lahan, dan alat mesin pertanian (alsintan). Semua bentuk bantuan tersebut dimaksudkan agar petani mendapatkan rangsangan guna mengembangkan perkebunan tebu.

Dengan demikian, kata Bambang, petani terdorong untuk menanam tebu dan mendapatkan untung dari produktivitasnya. Kalau petani tebu yang diberi bantuan sudah bisa memberikan contoh nyata keuntungan yang mereka raih, maka diharapkan para petani lainnya segera ikut untuk menanam tebu. Muaranya, produksi meningkat, produktivitas naik, dan pasokan ke pabrik gula mencukupi.

“Ini kan yang sekarang terjadi pabrik-pabrik gula yang ada kekurangan makan, kurang pasokan, sehingga tidak efisien,” kata Bambang.

Selain pendekatan kepada petani dan pabrik gula, pemerintah juga terus menggerakkan swasta agar mau membangun industri gula di luar Pulau Jawa. Selain masih tersedia lahan yang cukup luas, masyarakat luar di luar Pulau Jawa relatif mudah diajak untuk menjadi petani plasma di sekitar lokasi pabrik. Syaratnya, tentu harga jual tebu menguntungkan petani dan lahan untuk perkebunan tebu tersebut bisa dibebaskan pemerintah daerah.

“Sekarang kan pabrik gula di luar Jawa baru ada di Dompu, NTT, Provinsi Lampung, dan Sulawesi padahal potensinya masih sangat besar,” ujarnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan, penambahan lahan kebun tebu hanya bisa dilakukan dengan kerja sama bersama Perhutani. Tanpa itu, akan sulit menambah lahan baru lantaran sudah makin berkurangnya lahan-lahan yang bisa digunakan untuk kegiatan pertanian.

Ganjar melanjutkan, sebelum menentukan target swasembada gula di Jawa Tengah, kini Pemprov Jawa Tengah tengah melakukan pendataan ulang mengenai lahan tebu. “Siapa pemiliknya, masuk kelompok mana, ini semua didata ulang dan harus ada GIS (geographic information system)-nya. Nanti kalau sudah fix betul, baru bisa kita hitung,” katanya.

Selamai ini, kata Ganjar, data yang digunakan kerap merupakan data perkiraan saja. “Selama ini kita kan pakai ilmu dukun. Kira-kira saja, jumlahnya segini, kali segini. Padahal nggak ada petaninya,” ujar Gubernur.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Yuni Astuti menerangkan, luas areal perkebunan di Jawa Tengah saat ini mencapai 600 ribu hektare. Luas lahan tersebut terdiri dari perkebunan rakyat sebanyak 91 persen, perkebunan negara tujuh persen, dan perkebunan besar swasta sebanyak dua persen.

Menurut Yuni, ada sembilan komoditas unggulan perkebunan di Jawa Tengah, di antaranya adalah tebu, kopi, tembakau, kakao, teh, kelapa, karet dan cengkih. “Komoditas tebu masih merupakan komoditas unggulan, walaupun ada kecendrungan menurun pada 2016 yang diakibatkan oleh iklim dan cuaca yang hujan terus-menerus,” ujar Yuni.

Dia melanjutkan, produksi tebu pada 2016 adalah 3,7 juta ton dengan produksi gula kristal putih (GKP) sebanyak 222 ribu ton dengan rendemen enam persen. Dengan produksi sebesar itu, Jawa Tengah masih kekurangan kebutuhan gula berbasis tebu dari total kebutuhan 270 ribu ton. “Artinya, masih terdapat minus 47 ribu ton GKP,” kata Yuni. (ril)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement