REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah menambah jumlah perusahaan yang masuk dalam AEO (Authorized Economic Operator) atau Operator Ekonomi Terdaftar, dari 40 perusahaan pada 2016 lalu menjadi 44 perusahaan hingga Februari 2017 ini.
Setidaknya sudah ada 46 sertifikasi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan kepada ke-44 perusahaan, termasuk sertifikasi soal ekspor, impor, dan Pusat Logistik Berikat (PLB). Catatan pemerintah, sertifikasi yang didapat melalui AEO mampu menyusutkan 34 persen biaya penimbunan.
Dirjen Bea dan Cukai Kemenkei Heru Pambudi menjelaskan, pemberian sertifikasi AEO dan penetapan Mitra Utama (MITA) Kepabeanan merupakan upaya memberikan kemudahan kepabeanan kepada perusahaan mitra kerja selama ini. Sudah ada 264 perusahaan MITA yang terdaftar hingga 2017 ini. Bedanya, bila kemudahan dalam AEO berlaku di level internasional, maka kemudahan yang diperoleh melalui MITA hanya berlaku di level domestik.
Namun pemberian AEO dan penetapan MITA tak lantas sembarangan. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki kualitas, kepatuhan, dan ketaatan kepabeanan yang bisa masuk dalam jajaran perusahaan AEO atau MITA. Hingga saat ini, program yang lahir dari inisiatif World Customs Organization (WCO) dengan tujuan mengamankan rantai pasokan logistik dalam perdagangan internasional, telah disepakati, diakui, dan diimplementasikan oleh sekitar 160 negara di dunia, salah satunya Indonesia.
"Tujuannya selain untuk mengamankan rantai pasokan logistik dalam perdagangan internasional, juga untuk memberikan kepastian, keamanan, dan dan kenyamanan para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya," ujar Heru di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/2).
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menambahkan, para pelaku usaha yang telah bersertifikasi AEO dan tergabung dalam MITA Kepabeanan juga memberikan kontribusi signifikan di bidang kepabeanan dan penerimaan negara. Dari segi upaya percepatan dwelling time, perusahaan AEO dan MITA Kepabeanan berkontribusi terhadap penurunan 30 persen dari waktu rata-rata dwelling time normal yaitu dari 3,4 hari menjadi 2,38 hari.
Selain itu, dari segi jumlah importasi, perusahaan AEO dan MITA berkontribusi sekitar 26,84 persen atau sekitar 265 ribu kontainer sepanjang tahun 2016. Kemenkeu juga mencatat, perusahaan AEO dan MITA Kepabeanan juga berkontribusi dalam efisiensi biaya penimbunan hingga mencapai 34 persen jika dibandingkan perusahaan Jalur Hijau.
Mardiasmo menilai, pengurangan biaya logistik yang didapat melalui AEO bisa diperoleh karena waktu penumpukan yang lebih rendah dan proses pengeluaran barang perusahaan AEO dan MITA Kepabeanan lebih cepat. Tak hanya itu, kontribusinya terhadap penerimaan negara mencapai 29,30 persen dari total penerimaan negara berupa Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor pada tahun 2016 yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
"Fasilitas ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional karena murahnya biaya logistik. Reputasi sebagai Indonesia Trusted Partner juga diharapkan menunjang daya saing produk ekspor Indonesia di dunia internasional," ujar Mardiasmo.
Dalam testimoni tertulis, PT Eratex Djaja Tbk., PT Sriboga Flour Mill, PT Megasetia Agung Kimia, dan PT Bentoel Interasional Investama menyatakan bahwa setelah mendapatkan sertifikasi AEO, perusahaannya menjadi lebih percaya diri dalam persaingan global karena mendapatkan jaminan keamanan, fasilitasi, dan kecepatan terhadap mata rantai pasokan sesuai dengan standar perdagangan internasional.