REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk melakukan operasi pasar di semua titik Rumah pangan Kita (RPK) di tanah air merupakan terobosan baik untuk melakukan stabilisasi harga. Namun, upaya tersebut harus didukung infrastruktur yang kuat.
"Tentu saja perlu kesiapan infrastruktur sampai ke tingkat petani," ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/2).
Perusahaan pelat merah ini memainkan dua peran, yaitu sebagai penyeimbang atau penstabil harga dan juga harus berbisnis. Pentingnya infrastruktur tersebut diakui Said berdasarkan pengalaman minimnya serapan gabah yang dilakukan Bulog. Seperti saat ini, saat memasuki waktu panen namun kondisi cuaca buruk, memaksa petani menjual hasil panennya dengan harga di bawah Harga Pangan Pemerintah (HPP). Pemerintah telah menetapkan HPP sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg) untuk gabah kering giling (GKG).
Selama ini, Bulog dinilai kesulitan melakukan serapan gabah dan stabilisasi harga karena bersaing dengan para tengkulak di level desa. Ini perlu disiasati dengan penyiapan gudang dan mesin pengolahan termasuk pengilingan dan pengeringan sehingga Bulog bisa langsung menyerap gabah petani dan bersaing dengan tengkulak.
"Dan itu yang harus dilakukan karena kalau beli beras sudah pasti bukan dari petani langsung," ujarnya.
Menurutnya, jika infrastruktur tidak cukup siap, agak sulit untuk mendorong RPK efektif. "Karena dinamika gabah di lapangan luar biasa dinamis," lanjut dia.