Selasa 14 Feb 2017 10:32 WIB

Ini Penjelasan Alfamart Soal Banding Atas Status 'Badan Publik'

Alfamart
Foto: Ist
Alfamart

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (SAT), pengelola jaringan Alfamart, menjelaskan upaya hukum banding ke tingkat pengadilan terkait status Badan Publik yang disematkan Komisi Informasi Pusat (KIP). "Kami tegas, dan juga pelaku industri ritel lainnya yang tergabung di Aprindo, keberatan bila status Badan Publik disematkan justru ke perusahaan swasta yang sudah diatur di OJK dan BEI. Soal keterbukaan penggalangan dana masyarakat, kita tidak masalah," ujar Corporate Communicaton General Manager SAT, Nur Rachman.

Menurut dia, langkah banding yang diambil PT SAT sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Hal ini merujuk pada UU KIP Tahun 2008, khususnya terkait Tata Cara Penyelesaian Sengketa, di Pasal 47 dan 48 yang diperkuat pula dengan Peraturan MA Nomor 02 tahun 2011 tentang Tata cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan (Perma 2 Tahun 2011).

Pernyataan ini menanggapi keluhan konsumen atas nama Mustholih yang beredar di Grup Whatsapp. Sebelumnya, pelanggan atas nama Mustholih pada 2 November 2015 meminta informasi terkait aktivitas donasi konsumen yang merupakan kerja sama Alfamart dengan beberapa mitra yayasan yang ditunjuk atas persetujuan Kementerian Sosial (Kemsos) RI.

Permohonan itu pun disanggupi di mana pada tanggal 4 November 2015, SAT membalas dengan memberikan informasi yang normalnya diberikan kepada konsumen perorangan, yakni laporan donasi konsumen tahunan 2015, contoh publikasi laporan donasi dan link berita donasi yang dipublikasikan di media massa.

Mustholih merasa tidak puas. Ia meminta laporan yang lebih mendetail, termasuk Copy Perjanjian Kerjasama (MoU) antara PT SAT dengan Yayasan terkait dengan aspek berbagai kegiatan penyaluran Donasi konsumen Alfamart, Copy jumlah dan nama-nama penerima manfaat baik perseorangan/badan organisasi atas penyaluran donasi konsumen Alfamart, sejak dijalankan sampai tahun 2015.

Karena ada beberapa jenis informasi yang sifatnya tidak relevan untuk diminta oleh perorangan, SAT menyarankan Mustholih meminta data ke Kemsos RI. Pihak Kemsos pun, kata Nur sudah melayani pihak Mustolih. Namun, Mustholih merasa tidak puas. Imbasnya, pada 19 Oktober 2016, SAT dipanggil Komisi Informasi Pusat (KIP) akibat disengketakan oleh Mustholih terkait Informasi Publik. Pada tanggal 19 Desember 2016, KIP memutuskan bahwa Alfamart berstatus Badan Publik.

Banding bukan upaya Alfamart seret konsumen ke persidangan

Salah satu anggota MK, Evy Trisulo, mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda) mengenai putusan sengketa informasi. Alasannya, SAT tidak menggunakan dana APBN ataupun APBD dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehingga Termohon (PT SAT) tidak bisa dikategorikan sebagai Badan Publik yang dapat dibuka informasinya ke publik.  Atas putusan ini, SAT mengajukan Keberatan ke pengadilan.

Menurut Nur, proses ini bukan upaya menyeret Mustholih ke persidangan. "Ini hanyalah proses hukum yang biasa, normal dan dianjurkan oleh UU serta peraturan yang berlaku. Perusahaan SAT hanya melakukan haknya di dalam hukum, sebagaimana Mustholih juga melakukan haknya ketika pertama membawa SAT ke persidangan KIP," kata Nur.

Menurut Nur, tidak ada yang salah ketika perusahaan menggunakan haknya di persidangan. SAT berharap Mustholih juga melakukan hal yang sama demi menjunjung tinggi azas keadilan dan hak setiap warga negara yang berkedudukan sama di mata hukum.

"Mari, menjadi warga yang cerdas, taat hukum dan memahami bagaimana proses hukum terjadi. Dengan mengerti permasalahan yang terjadi, serta tidak membuat opini berlebihan yang menyudutkan pihak tertentu, maka kita yakin proses penegakan hukum dan keadilan dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya," kata dia.

Ia justru menyayangkan Mustholih yang lebih memilih membangun opini publik dibanding mengikuti proses hukum persidangan.

"Di satu sisi Mustholih mengakui putusan KIP, mengapa di sisi lain justru terkesan menyayangkan langkah banding kami yang juga sudah diatur di UU KIP dan Peraturan MA? Sebagai warga negara yang baik, mari kita mengikuti proses hukum yang berlaku. Kami berharap beliau juga menghargai hak kami di dalam hukum, sebagaimana kami menghargai putusan KIP dan proses hukum berikutnya," kata Nur Rachman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement