REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menargetkan pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah sebesar 25-27 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dinilai membaik pada tahun ini diperkirakan akan mendorong segmen pembiayaan perumahan, salah satunya syariah.
Direktur BTN, Oni Febriarto menuturkan, saat ini perseroan tengah fokus dalam Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau KPR Subsidi. Untuk segmen syariah, alokasinya sama seperti tahun lalu yakni sebesar Rp 2 triliun. Pada tahun lalu porsi FLPP konvensional sebesar Rp 17,5 triliun sedangkan syariah sebesar Rp 2 triliun. "KPR syariah subsidi atau FLPP syariah alokasi pada tahun ini sebesar Rp 2 triliun, secara keseluruhan pertumbuhan KPR syariah sebesar 25 -27 persen," ujar Oni pada Republika di Menara BTN, Jakarta, Senin (13/2).
Menurut Oni, secara umum nasabah memiliki minat yang cukup tinggi pada KPR subsidi. Adapun dari segi segmen syariah ataupun konvensional, kata Oni, nasabah yang mengajukan KPR ke perseroan diberikan kesempatan memilih untuk mengambil kredit melalui segmen apa. Perseroan memperkirakan pertumbuhan FLPP syariah diperkirakan masih stabil di tahun ini, sehingga alokasinya pun sama dengan tahun lalu.
Sementara itu, Unit Usaha Syariah (UUS) Bank BTN per Desember 2016 mencatat laba bersih tumbuh 44,98 persen yoy dari Rp260,33 miliar di Desember 2015 menjadi Rp377,42 miliar.
Perolehan laba bersih itu disumbang penyaluran pembiayaan senilai Rp 14,22 triliun di Desember 2016 atau naik 26,74 persen yoy dari Rp 11,22 triliun. Kualitas pembiayaan pun terjaga dengan non-performing financing (NPF) sebesar 1,01 persen per Desember 2016, turun dari 1,66 persen di bulan yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan penyaluran pembiayaan ini juga turut mengerek naik aset unit syariah sebesar 36,6 persen yoy dari Rp 13,27 triliun per Desember 2015 menjadi Rp18,13 triliun di Desember 2016. Di sisi lain, DPK yang dihimpun UUS Bank BTN naik 35,35 persen yoy dari Rp11,11 triliun di akhir 2015 menjadi Rp 15,03 triliun di periode yang sama tahun berikutnya.