Sabtu 11 Feb 2017 17:08 WIB

BPS Disarankan Gunakan Big Data untuk Hitung Jumlah Wisman

Sejumlah wisatawan lokal dan mancanegara menaiki kapal cepat menuju Gili Trawangan di pelabuhan Senggigi, Kecamatan Batulayar, Gerung, Lombok Barat, NTB, Kamis (29/9).
Foto: Antara
Sejumlah wisatawan lokal dan mancanegara menaiki kapal cepat menuju Gili Trawangan di pelabuhan Senggigi, Kecamatan Batulayar, Gerung, Lombok Barat, NTB, Kamis (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Forum Masyarakat Statistik (FMS) Indonesia, M Iksan mendukung penggunaan Big Data (Mobile Positioning Data) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Terutama dalam penghitungan data wisatawan mancanegara (wisman) bulan Januari hingga Desember 2016. Menurut dia, Big Data di era digital ini sebuah keniscayaan. Sebuah terobosan terbaru dalam dunia teknologi informasi yang memungkinan proses pengolahan, penyimpanan dan analisis data dalam beragam format, yang akurat, cepat, mudah dan murah.  

"Dengan adanya program ini, kami dari pihak FMS akan terus mensupport dengan penggunaan Big Data," kata Iksan.

Sebenarnya, sejak Oktober-November-Desember 2016, proses penghitungan wisman di 19 Kabupaten, 46 kecamatan, di Pos Lintas Batas (PLB) Non Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) sudah dimulai. Ke-19 titik itu memang belum ada petugas Imigrasi, dan selama ini dihitung dengan menerjunkan surveyor dengan metode sampling, di beberapa titik di dalam rentang waktu yang tertentu.

Dengan Big Data Mobile Positioning itu, kata dia, sudah seperti disensus. Tidak lagi di survey yang mengambil sampling beberapa, dan rentang waktu pendek. Semua pelintas batas yang membawa HP, secara otomatis terekam. Iksan menyebut manfaat pencatatan wisman berbasis Big Data ini sangat besar.

Pertama, penghitungan dilakukan secara otomatis dengan mesin, tidak ada campur tangan manusia. Kedua, dilakukan non stop selama 24 jam x 7 hari x 52 pekan dalam setahun. Ketiga, memberikan profil wisman yang lebih lengkap, soal lama tinggal (length of stay), frekuensi kedatangan, kota asal mereka. Keempat, mampu mencatat wisman yang tidak melalui jalur pintu PLB.

Indonesia sudah membuat program Big Data, yang merupakan program perhitungan wisman. Tidak semua pintu masuk menggunakan Big Data, tetapi di pos lintas batas atau yang lebih popular disebut 'daerah terdepan” itu.

Metode yang digunakanan berbasis penggunaan data seluler yang terpercaya bakal meningkatkan kualitas data pariwisata. Melalui BPS, jumlah wisman yang terdeteksi melalui roaming selular di 19 kabupaten tersebut sebanyak 68.112 dan mengalami peningkatan pada bulan Novermber 2016 menjadi 71.169.

M.Iksan menambahkan penghitungan BDMP itu tidak semua kota. Hanya sebagian lokasi crossborder saja. Selama ini, data pariwisata masih mengandalkan metode lama, yaitu dengan perhitungan data imigrasi. Hanya saja ada 19 titik di daerah perbatasan yang tidak bisa dijangkau oleh Imigrasi. Akibatnya, banyak wisman yang berkunjung tapi tidak terhitung.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, R Niken Widiastuti, juga sependapat dengan BPS yang cepat memutuskan pemanfaatan Big Data Mobile Positioning itu, dalam penghitungan wisman. Terutama untuk daerah perbatasan.

“Saya setuju sekali, jika Big Data Mobile Positioning digunakan untuk menghitung wisman di perbatasan. Yang penting, system harus dibangun, da nada koneksi internet. Untuk Entikong dan Aruk-Sambas Kalbar, sudah terbangun Palapa Ring – BTS, internet sudah ada. Hanya masih agak lambat,” jelas Niken.

Ketua GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia), Didien Djunaedi juga berpendapat sama. Go Digital itu tidak boleh setengah-setengah, dan harus cepat diimplementasi di semua sector. “Kami dari GIPI, mewakili industry pariwisata mendukung sepenuhnya implementasi BDMBD itu. Saya percaya, teknologi akan membuat perhitungan itu semakin cepat, mudah, murah dan akurat. Bahkan lebih cepat lebih baik,” kata Didien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement