REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyadari risiko inflasi tahun 2017 ini disumbang oleh komponen harga yang diatur atau administered prices. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan pihaknya menyadari adanya respons yang terlihat melalui lonjakan inflasi di awal tahun 2017 ini yang didorong oleh administered prices.
Suahasil mengatakan, Kementerian Keuangan akan melakukan diskusi rutin bulanan dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memantau pergerakan inflasi, termasuk di dalamnya adanya risiko tekanan inflasi dari harga yang ditentukan pemerintah. Ia juga menyinggung soal penyusunan data inflasi yang nantinya diminta untuk lebih mencerminkan pergerakan harga bahan pokok di masyarakat.
"Supaya data inflasi tersebut perhitungannya benar-benar bisa mencerminkan kondisi yang dialami di tengah-tengah masyarakat sehingga pemerintah bisa mengambil kebijakan yang pas," ujar Suahasil di Kementerian Koordinator Bidang Perokonomian, Jumat (10/2).
Selain karena pengaruh administered prices, pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga harga bahan pokok yang bergejolak atau volatile foods. Kebijakan yang akan dilakukan dalam waktu dekat, lanjut Suahasil, adalah menghimpun pergerakan harga pangan yang lebih terintegrasi di setiap daerah.
"Sekarang kan perbaikan selalu kita upayakan terus sehingga kita terus diskusikan betul tadi itu bagaimana memperbaiki itu," kata dia.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan, selain faktor internal, pemerintah juga memonitor pengaruh yang datang dari sisi eksternal. Salah satu isu yang memberi pengaruh terhadap gejolak ekonomi dunia adalah rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada tahun ini. Selain itu, BI juga memberi perhatian khusus terhadap kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump dan perlambatan ekonomi Cina yang sedang mengalami capital outflow.
"Kalau domestik, kita sebenarnya tahun ini sudah siap untuk menghadapi dan merespons ekspansi. Memang tahun seharusnya dunia usaha sudah lebih siap untuk elakukan ekspansi dan suku bunga juga sudah jauh lebih rendah," ujar Mirza.
Secara umum, Mirza meyakini angka inflasi bisa dijaga di kisaran tiga persen. Ia menegaskan kenaikan suku bunga AS pun tidak perlu direspons dengan kebijakan moneter di dalam negeri.