REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) menyebut koordinasi yang dilakukan Pemerintah hingga masyarakat untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin baik sehingga optimistis dapat teratasi dengan lebih baik di 2017.
"Saya optimistis dengan koordinasi yang sudah baik ini bisa terjaga. Kita melihat masih ada kebakaran tahun lalu, tapi berkat respon cepatnya semua pihak maka bisa di atasi," kata Nazir di sela-sela kunjungan kerja ke Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Kamis (2/2).
Dengan modal koordinasi yang baik tersebut, ia mengatakan harus terus bisa dijaga untuk mengatasi kemungkinan karhutla di 2017.
Untuk mengantisipasi terjadinya karhutla salah satunya Pemerintah mengeluarkan aturan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Namun dampaknya memang mengatakan ada muncul keluhan kerawanan pangan oleh masyarakat petani di sejumlah daerah. "Karena itu BRG ke Pulang Pisau ingin melihat langsung penerapan sawah tanpa bakar dengan menggunakan dekomposer dari mikroba. Kita belajar cara membuka lahan tanpa bakar di sini," ujar Nazir.
Cara alternatif ini ternyata bisa diterapkan untuk sawah tanpa perlu membakar, terbukti PH tanah naik, pirit turun, pupuk tidak perlu banyak karena sudah ada dari proses dekomposisi. Jika cara ini berhasil akan terus dikembangkan di Kalimantan Tengah dan juga di Sumatera Selatan, Riau dan Jambi.
Untuk lahan yang sudah lama tidur dengan tegakan dan tutupan yang cukup tebal memang akan lebih sulit pada awal menyiapkan lahannya. Namun untuk lahan yang memang sudah dimanfaatkan sebelumnya sehingga tidak perlu membersihkan simpuhan maka pembiayaan dan pengerjaannya akan lebih murah, hanya butuh dekomposisi seharga sekitar Rp 200 ribu untuk penyiapan lahan gambut seluas satu hektare (ha).
Kalaupun butuh ekskavator untuk membersihkan simpuhan di lahan pertanian masyarakat banyak di Kalimantan dan Sumatera bertetangga dengan perusahaan, jadi perusahaan bisa meminjamkan alat beratnya. "Tahun lalu kan ada gerakan desa bebas api, perusahaan juga banyak yang berkomitmen untuk betul-betul membantu," ujar dia.
Ketua Kelompok Tani Sumber Makmur dari Desa Pantik di Kabupaten Pulang Pisau Wagiman mengatakan penyiapan lahan sawah dengan dekomposer bernama BeKa ini memang membutuhkan lebih banyak tenaga, apalagi jika purun, daun, batang di sana lebih banyak. Kabar baiknya, panen padi diperkirakan jadi dua kali dalam setahun, tidak seperti sebelumnya hanya satu kali setahun. Perkiraannya bisa mencapai enam ton per ha sekali panen dengan dekomposer ini.
Sementara itu, Camat Sebangau Kuala dari Kabupaten Pulang Pisau Herman Wibowo juga mengatakan mengatakan sangat tertarik mencoba menggunakan metode tanpa bakar dengan penggunaan dekomposer dari mikroba tersebut di persawahan Kecamatannya. Masyarakat di lima desa di kecamatannya memang mulai risau dengan adanya kebijakan PLTB tersebut, khawatir mereka tidak bisa mengolah lahannya lagi untuk bertani karena sebelumnya masih menggunakan teknik membakar.