Selasa 31 Jan 2017 19:44 WIB

Pemerintah Diingatkan Serius Perbaiki Mekanisme Impor

Kosmetik (Ilustrasi)
Kosmetik (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diingatkan untuk serius memperbaiki mekanisme impor agar industri dalam negeri, termasuk kosmetik, terus berkembang dan menjadi raja di negeri sendiri. Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Permendag 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir, telah membuat Indonesia kebanjiran aneka barang impor, seperti daging sapi dan produk-produk kosmetik. Aturan itu juga tidak tepat lantaran menghilangkan wajib verifikasi di pelabuhan.

"Dengan dihilangkannya wajib verifikasi impor kosmetika di pelabuhan, di mana kosmetika satu-satunya sektor yang didiskriminasikan, maka terbukti impor kosmetika yang dilakukan secara 'legal' pun meningkat," tegas Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asoasiasi Kosmetika Indonesia (PPA Kosmetika) Putri K. Wardhani, dalam keterangannya, Selasa (3/1).

Putri menambahkan, akibat aturan Permendag itu, merujuk data post market audit yang dilakukan BPOM, impor kosmetika yang dilakukan secara 'ilegal' juga kian meningkat.  Bahkan lebih banyak lagi daripada yang legal. "Ini membuktikan bahwa kebijakan mengecualikan wajib verifikasi bagi sektor kosmetika adalah hal yg tidak tepat," ucap Putri.

Ia mengingatkan, Presiden dan Menteri Keuangan, telah mencanangkan pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk bertumpu pada pasar dalam negeri terutama di saat ekonomi dunia masih sedang lesu. Alhasil, kebijakan menghilangkan verifikasi di pelabuhan, tidak sejalan dengan arah kebijakan yang dicanangkan Presiden Jokowi. Ada banyak kerugian, jika kebijakan itu tidak segera dicabut. Antara lain' kerugian pendapatan fiskal pemerintah akibat masuknya barang-barang ilegal semakin membanjir.

"Kerugian bagi pengusaha-pengusaha formal, legal dan patuh karena kehilangan pasar, dan terakhir keamanan kesehatan konsumen tidak terjamin," tegasnya.

 

Menurut data BPOM, saat ini produk impor menguasai pasar kosmetik hampir 60 persen. Selama periode 2013-2014, kosmetik impor menunjukkan peningkatan dominasi pangsa pasar sedangkan kosmetik domestik mengalami penurunan. Sementara, merujuk data BPS, ketika ketentuan verifikasi impor Kosmetik masih diberlakukan, terjadi penurunan impor sebesar 14 persen dari tahun 2013 hingga 2015. Namun, ketika ketentuan verifikasi dihilangkan pada Desember 2015, terjadi peningkatan sekitar tujuh persen hanya dalam waktu satu tahun.

Untuk itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartarti mengingatkan, agar pemerintah, memberi dukungan nyata bagi industri dalam negeri. Jangan sampai, berbagai kebijakan atau deregulasi yang dikeluarkan, justru malah membuat produk dari negara lain kian mudah masuk.

"Begitu dibebaskan untuk impor, maka sulit mendeteksi jenis, spesifikasi produk, karena tercampur. Itu memberikan peluang kebocoran, produk-produk yang mestinya dilakukan pengendalian, tercampur dengan produk lain," tegas Enny.

Sementara serbuan daging sapi impor ilegal terjadi di Sumatra Barat. Pemprov Sumbar menduga beredarnya daging impor ilegal di daerah itu adalah ulah oknum importir atau distributor nakal yang melakukan penjualan di luar wilayah yang ditentukan.

"Impor daging ini adalah kewenangan Kementerian Perdagangan. Kita telah laporkan keadaan yang terjadi di Sumbar," kata Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumbar, Asben Hendri di Padang, Selasa (31/1). Ia menjelaskan Sumbar tidak termasuk wilayah penjualan daging impor karena itu untuk mengatasi peredaran daging ilegal itu, Disperindag Sumbar berupaya melakukan pengawasan ke pasar-pasar dan sentra penjualan daging.

"Kita juga imbau pedagang untuk tidak menjual daging tersebut karena belum bisa dipastikan apakah aman untuk dikonsumsi atau tidak," ujar dia.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, Erinaldi mengatakan daging impor tersebut sudah dipastikan tidak layak konsumsi jika telah masuk pasar rakyat. "Daging impor itu adalah daging beku yang harus dipertahankan berada pada suhu minus 17 derajat celcius. Jika sudah dijual secara terbuka di pasar rakyat tanpa adanya kotak pendingin yang standar, pasti tidak layak konsumsi lagi," kata dia.

Hanya saja, sebutnya sekarang ada indikasi oknum pedagang memanfaatkan momen tersebut untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan cara mengoplos daging impor ilegal dengan daging yang dipotong pada Rumah Potong Hewan (RPH) di Sumbar. "Ini terlihat dari menurunnya jumlah sapi yang dipotong di Padang dalam beberapa hari terakhir dari awalnya sekitar 20 ekor sehari menjadi tujuh atau delapan ekor saja. Artinya, sebagian daging yang dijual adalah daging impor," kata dia.

Ia mengatakan hal itu bisa membahayakan masyarakat sebagai konsumen karena itu harus segera disikapi. Saat ini harga daging di Sumbar relatif stabil dengan harga Rp 100 ribu per kilogram. Sebelumnya diinformasikan lima ton daging impor beku ilegal yang akan diedarkan di Kota Padang berhasil tangkap kepolisian di Jalan Bypass pada 21 Januari 2017. Penangkapan juga terjadi di Simpang Tarok, Kota Bukittinggi pada 23 Januari 2017.  Di sana aparat kepolisian setempat mengamankan 380 kilogram daging impor beku ilegal dari kios distributor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement