Ahad 29 Jan 2017 15:41 WIB

OJK akan Lebih Intensif Dorong Asuransi Syariah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Karyawati melayani nasabah di Kantor Pelayanan Asuransi Takaful, Jakarta, Kamis (13/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati melayani nasabah di Kantor Pelayanan Asuransi Takaful, Jakarta, Kamis (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun ini akan lebih mengintensifkan langkah-langkah untuk mendorong asuransi syariah. Sebab, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2016, inklusi keuangan atau masyarakat yang memanfaatkan produk asuransi syariah masih kecil yakni hanya sebesar 1,92 persen, dengan literasi atau pemahaman masyarakat akan produk sebesar 2,51 persen.

Sementara inklusi industri keuangan syariah secara keseluruhan hanya sebesar 11,06 persen, dengan literasi sebesar 8,11 persen. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) I OJK Edy Setiadi mengatakan, langkah yang dilakukan otoritas yakni dengan melakukan berbagai sosialisasi dan edukasi melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, ormas Islam, dan pesantren.

"Tahun kemarin sudah bekerja sama dengan perguruan tinggi, tahun ini kita intensifkan lagi. Juga dengan Ormas dan kita langsung lakukan proyek-proyek dengan mereka," ujar Edy pada Republika.co.id, Ahad (29/1).

Menurut Edy, langkah sosialisasi telah dilakukan oleh OJK sejak tahun lalu. Pada tahun ini pun, sosialisasi akan dilakukan di beberapa kota seluruh Indonesia agar literasi keuangan dapat merata. Edy mengakui bahwa saat ini asuransi memang masih belum banyak menyentuh masyarakat menengah ke bawah, sehingga saat ini pihaknya tengah mendorong perkembangan asuransi mikro.

Sama halnya dengan asuransi mikro konvensional, asuransi mikro syariah saat ini memang belum terlalu berkembang. Sebab, penyaluran asuransi ini memiliki pola khusus untuk memperkenalkannya ke masyarakat.

Praktisi Asuransi Syariah, Muhammad Syakir Sula berharap bahwa OJK akan lebih intensif melakukan literasi bekerja sama dengan asosiasi. Sebab, asosiasi lebih paham industri asuransi syariah secara keseluruhan, apalagi mengingat saat ini asuransi masih belum banyak terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.

"Saya melihat asuransi belum mendarat di bawah, masih di level atas. Sehingga kerja sama dengan asosiasi dan kampus perlu lebih ditingkatkan sehingga dapat meningkat lebih siginifikan," ujar Syakir.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset asuransi syariah hingga November 2016 tercatat sebesar Rp 32,53 triliun. Nilai tersebut meningkat 28,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 25,4 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement