REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelanjutan proyek kilang Blok Masela belum juga menemukan titik temu. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar enggan berbicara lebih banyak terkait pertemuannya hari ini dengan salah satu perusahaan pemegang hak pengelolaan Blok Masela, Inpex, di Kantor Menko Maritim, Kamis (26/1).
Archandra memilih diam dan mengacungkan telunjuknya di depan bibir saat wartawan mencoba menanyakan kesepakatan terkait enam poin yang diminta pemerintah kepada Inpex. Ia memilih untuk menanggapi hasil rapat tersebut dengan sinyal senyum senyum tetapi tidak perlu dijelaskan secara rinci.
"(Hasilnya) tadi senyum senyum aja tuh. Nanti lah ya sama pak Menko, tunggu ya," ujar Archandra di Kantor Menko Maritim, Kamis (26/1).
Senada dengan Archandra, juru bicara Inpex Usman Slamet enggan menjelaskan secara rinci terkait pertemuan Inpex dengan Kementerian ESDM dan Luhut siang ini. Usman hanya menjelaskan pertemuannya hari ini menindak lanjuti pertemuan pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang di Istana Bogor beberapa waktu lalu.
"Jadi gini pertemuan tadi menindaklanjuti pertemuan bilateral di bogor. Jepang dan Indonesia berkomitmen melanjutkan proyek ini. Kita lakukan pembicaraan supaya proyek ini bisa segera dimulai," ujar Usman usai rapat, Kamis (26/1).
Usman mengatakan persoalan pembangunan kilang Blok Masela ini juga bukan perkara sederhana. Ia mengatakan perlu waktu dan pembahasan yang rinci untuk bisa segera merealisasikan proyek di sumur abadi ini.
Usman mengatakan pihaknya dan Pemerintah Indonesia tetap akan sepakat untuk menjalankan proyek ini dengan bekerjasama dengan Pertamina sebagai operator kilang. Namun memang masih ada beberapa poin kesepakatan yang masih perlu dibahas lebih rinci.
Sebelumnya, pemerintah mengajukan enam poin utama terkait proyek kilang masela ini. Enam poin tersebut bekaitan dengan perubahan skema dari offshore ke onshore. Dengan perubahan skema tersebut Inpex dan pemerintah Indonesia masih membahas enam poin kesepakatan.
Dari enam poin tersebut, tiga diantaranya masih menjadi perdebatan, meski pemerintah Indonesia mengklaim bahwa tiga poin yang masih menjadi perdebatan tersebut sudah disepakati secara lisan.
Pertama, peningkatan kapasitas produksi gas Blok Masela menjadi 7,5 metrik ton per tahun (MTPA) ditambah 470 juta standar kaki kubik per Hari (MMSCFD). Padahal awalnya Inpex menginginkan peningkatan kapasitas produksi hingga 9,5 MTPA.
Insentif lainnya yang sudah disepakati adalah moratorium kontrak selama tujuh tahun lantaran Inpex harus mengubah skema pengembangan dari kilang pengolahan di laut menjadi di darat. Padahal, perusahaan asal Jepang ini semula meminta moratorium selama 10 tahun.
Lalu penggantian biaya operasi selama studi pembangunan kilang di laut melalui skema cost recovery setelah proses audit. Penggantian dana yang sudah dikeluarkan tersebut ditaksir sebesar 1,6 miliar dolar AS.
Pengembangan gas alam cair (LNG) Blok Masela akan menghabiskan belanja modal sekitar 15-16 miliar dolar AS. Sedangkan investasi untuk pembangunan sektor hilir yakni petrokimia di sekitar Blok Masela ditaksir mencapai 9 miliar dolar AS.