Rabu 25 Jan 2017 03:28 WIB

Aturan Pajak Progresif untuk Tanah Nganggur Belum Final

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Lahan terlantar
Foto: FB Anggoro/Antara
Lahan terlantar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah mengungkapkan bahwa aturan baru soal pengenaan pajak progresif untuk lahan idle atau menganggur masih dalam tahap pembahasan awal. Rencana ini diungkapkan pemerintah pekan lalu dengan niat agar tanah-tanah yang selama ini menganggur bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi produktif.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, pihaknya masih akan membahas hal ini secara mendalam dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Ia mengaku sampai sekarang belum ada ketetapan atau mekanisme teknis bagaimana pemajakan bagi tanah tak produktif secara progresif.

Namun, secara prinsip Suahasil menekankan bahwa keinginan untuk menerapkan pajak progresif atas tanah tak produktif berlatar dorongan agar tanah tersebut bisa dikembangkan pemiliknya sehingga memiliki kontribusi kepada negara. "Bahwa ada keinginan untuk memajaki tanah-tanah yang harusnya idle bisa lebih produktif," ujar Suahasil di Kementerian Keuangan, Selasa (24/1).

Suahasil menambahkan, pemerintah menggunakan prinsip adanya insentif dan disinsentif. Keduanya diberikan sebagai kompensasi atas kontribusi pemanfaatan tanah untuk kegiatan ekonomi. Namun ia mengaku skema atas pemajakan, apakah akan dimasukkan ke dalam tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak lainnya hingga kini belum diputuskan.

Hanya saja, PBB selama ini memang di bawah kewenangan pemerintah daerah. "Kalau pakai produktif pajaknya mungkin seperti apa, tapi seperti apa, ini masih kita akan diskusikan dengan teman-teman ATR (Agraria dan Tata Ruang)," katanya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution belum mau menjelaskan secara detil tentang rencana penerapan pajak progresif atas tanah tak produktif ini. Senada dengan Suahasil, Darmin mengatakan bahwa pemerintah masih perlu membahasnya lebih detil sebelum regulasi baru ini diterapkan di lapangan.

"Kita belum mau ngomong itu. Saya juga belum tahu apakah itu (aturan pajak progresif) harus masuk ke UU baru atau UU yang sudah ada," ujar Darmin di kantornya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, keberadaan tanah merupakan faktor penting bagi perekonomian Indonesia. Yang terpenting, menurutnya, adalah bagaimana agar investasi berupa tanah juga menciptakan aktivitas ekonomi bagi suatu negara.

"Ini bisa selesaikan masalah kesenjangan, produktivitas, pajak, dan banyak hal yang strategis yang berhubungan dengan tanah," kata Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement