Senin 23 Jan 2017 16:09 WIB

Literasi Keuangan di NTB Masih Rendah

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Pelajar SD melihat cara kerja pialang saat mengikuti literasi keuangan dan perbankan di Bursa Efek Inonesia (BEI), Jakarta, Jumat (9\9).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pelajar SD melihat cara kerja pialang saat mengikuti literasi keuangan dan perbankan di Bursa Efek Inonesia (BEI), Jakarta, Jumat (9\9).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB Yusri mengatakan, program Layanan Keuangan Tanpa Kantor untuk keuangan inklusif (Laku Pandai) merupakan langkah pemerintah dalam menjangkau masyarakat untuk memiliki akses ke perbankan. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan di NTB yang masih tergolong rendah

"Laku pandai hadir karena layanan kantor perbankan sangat terbatas, hanya di beberapa kota besar, sedang, dan kecil, sementara jangkauan luas Indonesia sangat luas," ujarnya dalam sosialisasi program Laku Pandai BTPN bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah NTB dan puluhan media di Mataram, NTB, Senin (23/1).

Yusri mengatakan, masih banyak desa-desa yang belum bisa mengakses langsung ke layanan keuangan seperti perbankan. Laku Pandai menjadi sarana dalam memberikan edukasi dan juga mencerdaskan masyarakat di pelosok-pelosok.

Selain menguntungkan masyarakat dalam mengakses perbankan, keberadaan Laku Pandai juga memudahkan pihak perbankan dalam menjangkau nasabahnya dan meminimalisasi besarnya biaya pembangunan kantor, hingga tenaga kerja di setiap wilayah.

"Dengan Laku Pandai, cukup kerja sama dengan agen dari nasabah yang terpecaya," paparnya.

Yusri menyebutkan, tingkat literasi keuangan di NTB terbilang masih rendah atau hanya sebesar 22 persen dalam survei pada 2016. Ini termasuk yang terendah di Indonesia.

"Kami selalu rutin sosialisasi dan edukasi untuk kenalkan industri keuangan, ini jadi PR bagi kami," lanjutnya.

Berdasarkan, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2016 yang dilakukan OJK, terlihat tren peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Indeks literasi keuangan nasional meningkat dari 21,8 persen pada 2013 menjadi 29,7 persen pada 2016, dan indeks inklusi keuangan nasional mengalami peningkatan dari 59,7 persen menjadi 67,8 persen. 

Sedangkan, tingkat inklusi keuangan di NTB, ia katakan, cukup baik dengan persentase sebesar 62 persen atau sedikit lebih rendah dibanding rata-rata nasional yang sebesar 67,8 persen.

"Target presiden untuk inklusi keuangan Indonesia pada 2019 sebesar 75 persen, perlu delapan persen lagi lah," katanya menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement