Senin 23 Jan 2017 10:40 WIB

Perang Dagang AS-Cina akan Merugikan Industri

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Cina-Amerika
Foto: washingtonote
Bendera Cina-Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengecam kebijakan perdagangan dengan Cina akan berdampak terhadap industri manufaktur kedua negara. Tidak menutup kemungkinan Cina akan memboikot produk-produk AS yang diproduksi di Cina, seperti Nike Inc, General Motors Co, Ford Motor Co, dan Tiffany & Co. Di sisi lain, AS juga akan melakukan tekanan kepada eksportir elektronik Cina seperti Lenovo Group Ltd dan ZTE Corp. 

"Skenarionya adalah terjadi perang dagang dan mereka akan memperlakukan itu sebagai angsa hitam, dan saya pikir kemungkinannya jauh lebih besar," ujar Analis BoCom International Holding Co Hao Hong dilansir Bloomberg, Senin (23/1).

Dalam kampanyenya, Trump pernah menyinggung akan memberikan pajak 45 persen untuk produk-produk yang impor dari Cina. Apabila hal itu diterapakn, maka MSCI China Index akan jatuh sebesar 30 persen dari level saat ini. Bahkan, BoCom Hong memprediksi, Indeks Shanghai Composite dapat jatuh di bawah 2.800 atau sekitar 10 persen dari level saat ini jika skenario panas perdagangan antara AS-Cina terjadi.

Sementara itu, menurut Kepala Riset Ekuitas Credit Suisse Reto Hess, dari perspektif Cina, produsen elektronik, konsumer, pakaian, dan peralatan rumah tangga akan menjadi salah satu korban terbesar. Perusahaan teknologi nirkabel GoerTek Inc dan pembuat apparel pakaian Regina Miracle International Holdings Ltd asal Cina memperoleh pendapatan sekitar  70 persen dari AS.  

Selain itu, pembuat semikonduktor Ambarella Inc dan Texas Instruments Inc mendapatkan penjualan terbesar dari Cina.  "Apabila Cina melakukan boikot terhadap merek AS, konsumen Cina mungkin akan memutuskan untuk membeli mobil buatan Jerman atau memilih membeli baju Adidas ketimbang Nike," ujar Hess. 

Secara keseluruhan, jika perang dagang terjadi maka AS akan lebih banyak kehilangan ekuitas ketimbang Cina. Sebab, hampir 10 persen perusahaan di indeks MSCI AS berasal dari penjualan meraka di Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement