REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Sepanjang 2016, Provinsi Lampung yang dikenal produsen gula dan berkontribusi gula nasional, masih tetap mengimpor gula dari negara luar. Produksi pabrik gula di Lampung belum mampu memenuhi kebutuhan perusahaan industri makanan.
“Kebutuhan sektor industri makan terhadap gula rafinasi, membuat Lampung masih mengimpor gula dan kembang gula,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, Bambang Widjanarko di Bandar Lampung, Senin (16/1).
Bambang mengatakan pada Desember 2016 terjadi penurunan impor gula/kembang gula sebesar 69,95 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Hal sama terjadi pula pada ampas/sisa industri makanan sebesar 0,20 persen.
Menurut dia, kebutuhan impor gula rafinasi dari produsen gula negara luar masih akan terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri makanan di Lampung. Kondisi produksi gula rafinasi yang ada di produsen gula di Provinsi Lampung belum mampu mencukupi kebutuhan industri makanan, sehingga masih harus impor.
Ia mengatakan nilai impor Lampung pada Desember 2016 mencapai 165,72 juta dolar AS, mengalami penurunan 63,17 juta dolar AS, atau turun 27,58 persen dibandingkan November 2016 yang tercatat sebesar 228,82 juta dolar AS. Nilai impor Desember 2016 tersebut lebih rendah 35,62 juta dolar AS atau turun 17,69 persen jika dibandingkan Desember 2015 yang tercatat 201,34 juta dolar AS.
Kenaikan impor terjadi pada tiga golongan barang utama yakni binatang hidup naik 301,11 persen. Tingginya kenaikan ini, menurut Bambang, karena perusahaan peternakan masih mengimpor sapi bakalan dari Australia. Kemudian golongan barang mesin-mesin/pesawat mekanik naik 89,07 persen, dan gandum-ganduman naik 38,42 persen.