REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali menggencarkan program Pusat Pangan Sehat Lestari (Puspasari) dan Urban Farming menghadapi fluktuasi harga cabai jangka panjang. Ketua TPID Bali, Ketut Sudikerta mengatakan cabai menjadi salah satu komoditas yang menimbulkan volatile shocks sehingga berpotensi memicu inflasi.
"Masyarakat melalui banjar diharapkan ikut serta mengendalikan inflasi, salah satunya dengan menanam cabai di pekarangan melalui program Puspasari dan urban farming," kata Sudikerta, Rabu (11/1). Puspasari dan urban farming sudah digencarkan beberapa tahun terakhir sejak 2013. Pejabat-pejabat di lingkungan pemerintah provinsi menjadi percontohan mewujudkan ketahanan pangan.
Program ini merupakan penyempurnaan dari modifikasi program Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Bibit tanaman pangan yang dibagikan gratis ke masyarakat, di antaranya cabai, tomat, terong, dan bayam.
Harga cabai yang melambung tinggi juga bisa diantisipasi masyarakat sebagai konsumen. Caranya adalah mengganti penggunaan cabai rawit merah menjadi cabai keriting hijau, cabai setan, atau cabai merah besar yang harganya masih relatif stabil. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Denpasar pada 7 Januari 2017 mencatat kenaikan harga cabai rawit merah mencapai Rp 100 ribu per kilogram (kg).
TPID Bali dalam jangka pendek juga terus melaksanakan pasar murah bersama PPI Denpasar, Perum Bulog, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pasar murah komoditas cabai rawit dijual dengan harga Rp 60 ribu per kg untuk meredam gejolak harga yang sedang terjadi.
Pasar murah sudah dilaksanakan di Pasar Badung, Kreneng, Kumbasari, dan di depan kantor Perum Bulog Divisi Regional Bali. Selain cabai rawit, komoditas lain yang juga dijual adalah gula pasir Rp 12.500 per kg, minyak goreng Rp 24 ribu per dua liter, dan beras dengan harga bervariasi, sekitar Rp 48 ribu hingga Rp 52 ribu per lima kg.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Bali, Causa Iman Karana, mengatakan, pelaksanaan pasar murah diharapkan menjadi jangkar dalam penetapan harga dan menahan laju inflasi yang bersumber dari sisi permintaan, penawaran, dan ekspektasi pelaku ekonomi. Karakteristik inflasi di Indonesia masih diwarnai tekanan bersumber dari sisi penawaran, seperti produktivitas komoditas bahan pangan, distribusi, dan struktur pasar.
"Kondisi ini memerlukan langkah antisipatif pengendalian harga saat terdapat potensi risiko, khususnya menjelang adanya peningkatan permintaan seperti pada momen peak season," ujarnya.