REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah melewati perayaan Natal dan libur tahun baru, harga cabai di beberapa daerah masih mengalami kenaikan. Bahkan, harga cabai mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono mengatakan, kenaikan harga tidak berarti jumlah produksi tidak mencukupi.
"Produksinya menurut luas tanam yang ada itu cukup, tidak kurang," katanya di Jakarta, Kamis (5/1).
Ia menambahkan, berdasarkan perhitungan kebutuhan, produksi cabai bulan ini 73,4 ribu ton sementara kebutuhan 68 ribu ton. "Jadi harusnya surplus," kata dia. Ia menambahkan, angka tersebut dan harga yang tinggi tidak mencermimkan supply demand.
Menurutnya kenaikan harga lebih dikarenakan ekspektasi pedagang yang suka mempermainkan harga dengan justifikasi soal hujan. Dia mengakui cuaca memang mempengaruhi produksi tapi bukan alasan utama. Cabai dan bawang merah merupakan komoditas yang mudah rusak jika cuaca buruk, seharusnya kata dia, jika cuaca menjadi alasan maka harga bawang merah juga ikut melambung seperti cabai.
Meski demikian, kenaikan harga ini tidak akan membuat pemerintah mengambil keputusan impor. "Tadi pak Mendag bilang kita harus perpanjang produksi dalam negeri, tidak ada impor," katanya.
Dalam kesempatan itu ia menambahkan, harga cabai akan kembali normal dalam waktu dekat. "Segera setelah ini saya mau ke lapangan dan memberi masukan kepada petani," ujar dia. Menurutnya, petani terkena pembenaran ekspektasi media. Harga tinggi di suatu daerah membuat mereka menjual harga cabai dengan harga tinggi pula. Hal itu juga menjadi salah satu penyebab naiknya harga cabai.