REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi Bali sejauh ini telah mendapatkan satu investor untuk pengembangan Bali Beef. "Saya sudh komunikasi sudah ada investor lokal," kata Dirjen Penyakit dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diamirta kepada wartawan saat ditemui usai Rapat Kerja Nasional di Jakarta, Rabu (4/1).
Nantinya, investor tersebut akan menghidupkan kembali Rumah Potong Hewan (RPH) Trembesi. RPH tersebut merupakan modern dan bertaraf internasional namun mangkrak. "Jadi investor itu tidak perlu keluar banyak dana lagi," ujarnya.
Ia mengatakan, melalui Bali Beef Gubernur Bali ingin mengembalikan kejayaan sapi Bali di pasaran. Bukan merupakan sapi hidupnya namun daging sapi Bali tersebut. "Karena bisa dijual lebih mahal," lanjut dia.
Daging sapi Bali menurutnya memiliki kelebihan diantaranya menarik. Sebab daging tersebut berwarna merah segar sementara daging sapi impor pucat. Untuk cita rasa, ia melanjutkan, ketika dilakukan uji coba rasa antara masakan daging sapi Bali dan daging sapi impor tanpa diberi keterangan masyarakat setempat lebih memilih daging sapi Bali. "Ternyata ini lebih enak," katanya mengacu pada daging sapi Bali.
Ia pun berharap daging tersebut bisa dijual seharga Rp 350 ribu atau mendekati harga daging wagyu. "Ya setengah wagyu lah, para petani sudah senang," tambah dia.
Berdasarkan penelitian, kualitas daging paling bagus pada usia dua tahun. Saat ini perkembangan sapi Bali diakui Ketut cukup bagus, tapi perlu terus didorong populasinya.
Sebenarnya program Bali Beef sudah pernah ada. Namun diduga karena adanya salah urus makan program tersebut tidak berjalan baik.
Saat itu daging sapi Bali dijual seharga Rp 250 ribu per kg di Jakarta dan memiliki pangsa pasar tersendiri. Saat ini daging sapi Bali melalui Bali Beef didorong untuk mampu menembus pasar ekspor. "Ketika kita ekspor harganya lebih mahal," kata dia.