Senin 26 Dec 2016 17:19 WIB

Persepsi Masyarakat dan Sertifikasi Halal Masih Jadi Hambatan Wisata Halal

Rep: Zuli Istiqomah, Novita Intan, Mutia Ramadhani/ Red: Irwan Kelana
 Warga berebut ketupat agung saat mengikuti Lebaran Topat atau Hari Raya Ketupat di kawasan Pantai Batu Bolong, Kec. Batu Layar, Lombok Barat, NTB, Rabu (13/7). Ini salah satu daya tarik wisata halal Indonesia. (Republika/Yasin Habibi)
Warga berebut ketupat agung saat mengikuti Lebaran Topat atau Hari Raya Ketupat di kawasan Pantai Batu Bolong, Kec. Batu Layar, Lombok Barat, NTB, Rabu (13/7). Ini salah satu daya tarik wisata halal Indonesia. (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia berhasil menyabet kemenangan 12 kategori dalam World Halal Tourism Award (WHTA)  2016 yang diumumkan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, awal Desember 2016. Dari total 16 kategori yang dilombakan, Indonesia hanya mengikutsertakan 12 kategori dan semuanya menang.

Salah satu pemenang WHTA 2016 adalah  ESQ Tours & Travel. Perusahaan tersebut berhasil  merebut  World’s Best Hajj & Umrah Operator. Ketua Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Travel, Solihin menilai Indonesia memang sangat potensial menjadi destinasi wisata halal paling unggul di dunia.

Kendati demikian, Solihin menyebut  ada beberapa hambatan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan wisata halal. Hal itu terkait dengan persepsi masyarakat dan sertifikasi halal.

"Contoh yang simpel tetapi berpengaruh besar seperti tidak banyaknya restoran dan hotel yang bersertifikat halal dan masih banyaknya wisata di pantai yang tidak memisahkan antar laki-laki dan perempuan seperti di Bali dan Lombok," kata Solihin kepada Republika.co.id, Senin (19/12/2016).

Hal senada diungkapkan Pemilik Rhadana Group, Rainer H Daulay. Menurutnya, pemerintah perlu mempermudah pengurusan sertifikasi halal bagi pelaku wisata menjadi lebih singkat, misalnya satu hari. Rainer mengatakan restoran halal berkualitas di negara tetangga, seperti Australia lebih banyak dan  juga lebih bagus dibanding Indonesia. “Hal itu  karena proses sertifikasi halal di sana lebih cepat,” kata Rainer kepada Republika.co.id, Senin (19/12/2016).

Solihin menamabahkan, hambatan lainnya soal anggaran pariwisata yang terbilang masih minim ketimbang negara tetangga lainnya. Bayangkan, pemerintah Indonesia hanya menganggarkan Rp 1 triliun untuk mengembangkan pariwisata sementara Malaysia memiliki anggaran tiga bahkan lima kali lipat dibanding Indonesia.

"Kita juga kurang promosi khususnya wisata halal. Secara umum pariwisata Indonesia kalah dengan Malaysia bahkan Singapura," ungkap Solihin.

Untuk itu, Solihin meminta pemerintah dapat terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan sektor pariwisata agar wisata halal di Indonesia menjadi primadona bagi wisatawan mancangera. Diharapkan melalui kemenangan ajang wisata halal dunia (WHTA) tersebut  dapat memberikan angin segar bagi Indonesia.

"Orang Timur Tengah itu padahal suka sekali dengan Indonesia, karena mereka menyukai warna hijau seperti hutan. Ini yang tidak dimiliki negara lainnya. Semoga pemerintah bisa terus membenahi karena potensi Indonesia sangat besar," papar Solihin.

Hal senada diungkapkan Marketing Communication Manager Trans Luxury Hotel Anggia Elgana. "Yang kurang dari pengembangan pariwisata halal mungkin saat ini adalah pemasaran. Informasi wisatawan pemburu wisata halal masih minim. Padahal Indonesia dan Trans Hotel sebagai pemenang  World’s Most Luxurious Family Friendly Hotel dalam WHTA 2016 sangat cocok bagi mereka," kata Anggia Elgana kepada Republika.co.id, Senin (19/12/2016).

 Anggia berharap pemerintah bisa terus meningkatkan promosi pariwisata halal ke berbagai belahan dunia. “Sehingga semakin banyak informasi yang didapat maka minat wisatawan asing ke Indonesia juga pasti akan besar,” papar Anggia Elgana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement