Senin 26 Dec 2016 16:15 WIB

Wisata Halal tak Harus Dilabeli Syariah

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Irwan Kelana
Suasana Rhadana Hotel, Kuta, Bali, yang Muslim friendly.
Foto: Dok Rhadana Hotel
Suasana Rhadana Hotel, Kuta, Bali, yang Muslim friendly.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemilik Rhadana Group, Rainer H Daulay mengatakan wisata halal tak harus memakai istilah dan bahasa syariah dan tak perlu menggembar-gemborkan label syariah. Rhadana Hotel Kuta, Bali sebagai salah satu pemenang World Halal Tourism Award (WHTA) 2016 menyadari hal tersebut dengan mengusung konsep hotel modern Muslim friendly.

"Halal itu adalah gaya hidup (lifestyle) dan kesempatan (opportunity), sehingga tak perlu pelabelan khusus, seperti hotel syariah," kata Rainer kepada Republika.co.id, Senin (19/12).

Rainer menambahkan, meski tak berlabel hotel syariah, Rhadana Hotel mengimplementasikan praktik-praktik syariah di hotelnya, seperti restoran yang bersertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Rainer mencontohkan wisatawan Muslim yang berkunjung ke Bali pertama kali pasti memastikan makanan halal. “Bali hari ini sudah memiliki banyak restoran halal, namun belum semua mendapatkan sertifikat halal dari lembaga resmi,” tuturnya.

Pemerintah perlu mempermudah pengurusan sertifikasi halal bagi pelaku wisata menjadi lebih singkat, misalnya satu hari. Rainer mengatakan restoran halal berkualitas di negara tetangga, seperti Australia lebih banyak dan  juga lebih bagus dibanding Indonesia. Hal itu  karena proses sertifikasi halal di sana lebih cepat.

"Indonesia diuntungkan karena negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun kita masih gagal dalam menjaga kualitas karena kebanyakan berwacana," ujar Rainer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement