REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan BUMN Migas dinilai merupakan strategi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi. Cara ini juga sekaligus mempercepat penurunan impor energi yang selama ini menjadi persoalan krusial APBN. Dalam hal kesiapan, BUMN Migas paling mungkin dilakukan dalam waktu dekat, mengingat hanya akan menyatukan dua entitas usaha PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) yang masing-masing memiliki keunggulan dan dapat diarahkan untuk saling melengkapi.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata, Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan pembentukan holding migas akan menyatukan kekuatan bisnis tengah dan hilir terutama dalam transmisi gas yang dikuasai yang PGN sementara bisnis hulu minyak selama ini sangat dipahami Pertamina. Alhasil ketika BUMN Migas terwujud, maka anak usaha Pertamina yang bergerak di bisnis transportasi dan transmisi gas, yakni Pertagas akan berada di bawah PGN. Sementara PGN akan menjadi anak usaha Pertamina.
Hingga kini persoalan utama industri migas di Indonesia adalah tumpang tindihnya peran hulu dan hilir antara PT Pertamina dengan PT PGN Tbk. Dengan skema ini maka bisnis yang sifatnya duplikasi antara entitas usaha akan dikurangi atau bahkan dihilangkan. Salah satunya target infrastruktur gas yang diharapkan menurunkan harga gas bagi industri secara signifikan.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan tujuan dibentuknya perusahaan holding adalah supaya BUMN Migas lebih kuat untuk dapat bersaing di pasar global, seperti Temasek di Singapura ataupun Khasanah di Malaysia. “Kekuasaan holding nantinya tidak lagi di Pemerintah tetapi di Kementerian BUMN dimana pengalihan atau penjualan saham pemerintah tidak perlu lagi izin DPR dan Menteri Keuangan cukup Menteri Negara BUMN saja,” ujarnya, Rabu (21/12).
Dia mencontohkan holdingisasi BUMN yang berhasil di sektor perbankan yakni ketika Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara pada 1998 disatukan menjadi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk merger. Saat ini Bank Mandiri menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia.
Pada sisi lain, mantan menteri Bappenas, Andrinof A Chaniago mengingatkan agar pemerintah mengawal terwujudnya rasionalitas birokrasi yang efisien dan menghindari peluang penyalahgunaan kekuasaan. “Selain itu perlu ditetapkan BUMN Migas sebagai kustodian aset migas dapat mengelola aset migas agar dapat dimonetisasi dan digunakan untuk berbagai aksi korporasi," kata dia. Monetisasi aset melalui hak kustodian cadangan migas akan menjadi leverage bagi BUMN tumbuh berkembang guna meningkatkan pendapatan dan keuntungan, serta membangun infrastruktur energi dan mengakuisisi cadangan terbukti.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengingatkan langkah pembentukan holding migas dilatarbelakangi kebutuhan energi Indonesia yang diperkirakan tumbuh tujuh kali lipat pada 2050. Sementara cadangan gas Indonesia belum mencukupi kebutuhan domestik, dan kondisi geografis Indonesia telah menimbulkan ketidakseimbangan sumber gas dengan sentra ekonomi yang memerlukan infrastruktur terintegrasi secara end-to-end. Untuk itu dibutuhkan optimalisasi infrastruktur yang saat ini masih tumpang tindih di level BUMN lewat sinergi yang dapat menurunkan harga gas pada tingkat end customer.
BUMN migas berperan penting dalam ketahanan energi nasional sekaligus untuk menurunkan impor energi. “Saya sepakat dengan Prof Andrinof A Chaniago bahwa pembentukan holding BUMN energi mutlak membutuhkan perbaikan pada Kementerian BUMN sehingga menjadi birokrasi yang efektif, efisien sekaligus transparan,” kata Jimly.