REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai Bank Indonesia harus mencermati langkah-langkah yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), dalam menaikkan suku bunga acuan.
"Tentunya BI harus mencermati move yang akan dilakukan The Fed karena kalau The Fed menaikkan (suku bunga), kita harus menghitung benar apakah pelonggaran moneter akan bisa menjaga kestabilan rupiah," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (16/12).
The Fed menaikkan suku bunga acuannya menjadi 0,5-0,75 persen setelah satu tahun bertahan di 0,25-0,5 persen, dan memberi indikasi akan menaikkan suku bunga hingga tiga kali selama 2017.
Menurut Bambang, hal paling penting yang harus dilakukan BI bukanlah menurunkan suku bunga acuan serendah mungkin, tetapi menjaga kestabilan moneter terutama nilai tukar rupiah serta mendorong dunia usaha agar bisa menjadi stimulus.
Meskipun nilai tukar rupiah semakin melemah pasca pengumuman kenaikan suku bunga acuan AS, Bambang mengaku tidak pesimistis bahwa pelemahan rupiah akan terus berlanjut mengingat upaya pemerintah yang terus menjaga fundamental ekonomi Tanah Air.
"Saya pikir yang paling penting menjaga fundamental makro sehingga kalau pun ada kebijakan dari The Fed yang bisa mengakibatkan pressure bagi rupiah, kita punya kekuatan untuk menghadapi pressure tersebut," tuturnya.
Tekanan akibat kenaikan suku bunga acuan AS, kata Bambang, akan terus terjadi dan paling berdampak bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan menahan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebesar 4,75 persen mengingat ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi dan ancaman terhadap laju inflasi dari kelompok harga barang yang diatur pemerintah.
BI hingga saat ini masih memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed sebanyak dua kali pada 2017.