Kamis 15 Dec 2016 17:30 WIB

Wasekjen Gerindra Soroti Revisi PP Usaha Pertambangan

area pertambangan
Foto: Republika
area pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Gerindra, Andre Rosiade, menyoroti rencana pemerintah yang ingin merevisi PP No 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Revisi itu, menurut Andre, dinilai menganaktirikan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang energi dan mineral.

Menurut Andre, sudah menjadi rahasia umum revisi tersebut  untuk memuluskan langkah Freeport dan Newmont agar mereka tetap bisa mengekspor mineral mentah. Di sisi lain, revisi justru menganaktirikan perusahaan BUMN yakni PT Aneka Tambang (Antam).

"Padahal, revisi relaksasi ini seharusnya menjadi momentum bagi kebangkitan perusahaan-perusahaan lokal dalam mengelola potensi sumber kekayaan alam Indonesia. Bukan justru menganaktirikan perusahaan lokal dan perusahaan BUMN," kata Andrea melalui siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (15/12).

Menurut Andre, perusahaan milik negara seharusnya diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri mengekspor bijih nikel 1,7 ke bawah. Selama ini, bijih nikel 1,7 ke bawah tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan smelter dalam negeri.

"Selama ini, smelter yang ada di Indonesia mengkonsumsi bijih nikel kadar tinggi, yakni kadar 2,0. Akan tetapi, perusahaan BUMN yang seharusnya diberi kesempatan mengembangkan justru dihambat oleh pihak pemerintah sendiri," kata Andre.

Menurut Andre,  dengan terbuangnya bijih nikel kadar rendah sama saja menghilangkan potensi pendapatan negara. Sekarang potensi itu dimanfaatkan luar biasa oleh Pemerintah Filiphina dengan menjual bijih nikel kadar rendah 50 USD per ton. 

"Seandainya PT Antam diberikan kesempatan mengekspor 20 juta ton per tahun yang tidak bisa diserap smelter dalam negeri dan jumlah itu dikalikan 50 USD per ton sama dengan 1 miliar USD," kata Andre.

Angka yang disebutnya cukup besar dihasilkan Antam per tahun jika diberikan kesempatan mengekspor bijih nikel kadar rendah. Apabila dikenakan biaya keluar (ekspor) 10 USD per ton maka pemasukan negara bisa mencapai 200 juta USD per tahun. Paling tidak, perusahaan BUMN itu jika diberikan kesempatan melakukan ekspor, dalam lima tahun bisa membangun lima smelter tanpa harus disuntik dana melalui penyertaan modal negara (PMN). 

Belum lagi daerah lokasi kekayaan alam ikut berkembang dan ribuan tenaga kerja terserap serta mendapatkan manfaat dari Antam. Selain itu bisa menjadi stimulus ekonomi pasca tax amnesty yang berakhir pada April 2017 nanti. Karenanya sangat disayangkan jika pejabat pemerintah malah menghalangi kebijakan pro rakyat, kebijakan pro NKRI dan menguntungkan rakyat Indonesia. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement