Rabu 14 Dec 2016 19:07 WIB

Tak Mampu Penuhi Kebutuhan, Indonesia Harus Impor Kakao

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Indira Rezkisari
Biji kakao
Foto: Antara
Biji kakao

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia ‎terkenal sebagai salah satu pengekspor biji kakao nomor tiga terbesar di dunia. Indonesia hanya kalah dari Pantai Gading, dan Ghana sebagai pengekspor terbesar pertama dan kedua.

Namun, predikat ini nampaknya akan hilang karena produksi kakao mulai banyak diserap oleh industri dalam negeri. Tingginya produksi dalam negeri tidak berjalan lurus dengan peningkatan produksi kakao oleh petani.

"Dulu memang kita mampu mengeskpor 80 persen biji kakao dari total produksi. Tapi setelah industri kakao banyak di Indonesia, dan investor pun banyak yang masuk, kakao banyak diserap sedikit diekspor," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya dalam dikusi di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rabu (14/12).

Sindra mengatakan, pada 2014, Indonesia harus melakukan impor biji kakao mencapai 109 ribu ton untuk memenuhi produksi dalam negeri. Nilai ini akan terus bertambah seiring kebutuhan produksi industri. Pada 2015, kebutuhan biji kakao telah mencapai 600 ribu ton.

Sayang, dukungan biji kakao dari petani masih sedikit. Menurut Sindra, kebutuhan biji kakao untuk dalam negeri diprediksi mencapai 800 ribu ton. Tapi perhitungan produksi biji kakao hanya akan mencapai 400 ribu ton, karena produksi kakao semakin menurun. Artinya 50 persen biji kakao yang akan diproduksi akan didapat dengan mengimpor dari negara lain.

Meningkatnya hilirisasi biji kakao sebenarnya bagus dan sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan nilai jual produk kakao. Karena selama ini kakao hanya dijual dalam bentuk mentah yang harganya masih di bawah produk setengah jadi.

Meski demikian, bukan berarti pemerintah lepas tangan dalam meningkatkan kembali produksi kakao dari petani. Minimnya produksi biji kakao justru bisa berdampak jelek dan berpengaruh pada neraca perdagangan ketika impor kakao terus bertambah.

"Dulu masalahnya di hilir, hulunya bagus. Sekarang hilir mulai baik, tapi hulunya tidak mendukung," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement