Sabtu 10 Dec 2016 16:42 WIB

DPD Minta Pemerintah Batasi Impor Garam

Red: Nur Aini
Petani memanen garam di Kawasan Penggaraman Talise, Palu Timur, Sulawesi Tengah, Kamis (17/3).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Petani memanen garam di Kawasan Penggaraman Talise, Palu Timur, Sulawesi Tengah, Kamis (17/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan, pemerintah perlu membatasi impor garam karena potensi komoditas tersebut sangat besar.

Wakil Ketua Farouk Muhammad dalam pernyataan yang disampaikan Humas DPD RI di Jakarta, Sabtu (10/12), terkait diskusi "Meningkatkan Produksi Garam Nasional dan Menyelamatkan Nasib Petani Garam Rakyat" di Nusantara III Kompel Parlemen, Jakarta, pekan lalu.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kadis Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB), PT Garam dan Persatuan Petambak Garam Indonesia. "Pada kali ini kita hanya fokus pada garam. Bukan mekanisme pengawasan, ini hanya penyaluran aspirasi. Jadi kita menjembatani aspirasi yang diakomodir melalui rakyat," ujar Farouk.

Ia mengemukakan, Indonesia saat ini masih mengandalkan impor garam untuk memenuhi kebutuhan nasional. Pada tahun ini, kebutuhan garam nasional mencapai 4,3 juta ton, sedangkan produksi Indonesia hanya mampu menghasilkan 3,2 juta ton. Karena itu, Indonesia membutuhkan 1,2 juta ton garam impor. "Jika impor ini diberikan kelonggaran atau tidak ada batasan maka akan merugikan petani. Walaupun tingkat kebutuhannya akan banyak," kata senator dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Menurut Farouk, kualitas garam impor lebih baik ketimbang garam rakyat. Garam rakyat kualitasnya kurang atau kandungan NaCl masih di bawah 94,7 persen. Di sisi lain, masih banyak 20 persen rumah tangga yang kurang mengonsumsi garam beryodium. "Ini yang perlu di atasi," kata mantan Gubernur PTIK ini.

Farouk menambahkan, dari segi kesehatan ada dampaknya. Bahkan dari segi kebutuhan ada kekurangan.

"Padahal kita ini negara nomor dua garis pantai terpanjang di dunia. Sayangnya produksi garam kita masih rendah. Maka harus ada peningkatan produktivitas," katanya.

Selain itu, aspek petani garam masih di atas level pengangguran. Farouk menilai bahwa hal itu terjadi secara turun-menurun. Padahal ada 100 ribu petani garam di Indonesia. "Ini yang menjadi atensi kita, padahal kebutuhan garam itu dari orang hidup sampai meninggal dibutuhkan," kata Farouk.

Farouk menilai, pemerintah belum menempatkan garam sebagai salah satu bahan pokok. Sehingga masih kurang perhatian, namun jelas UU-nya sudah ada," katanya. Untuk itu, pemerintah dinilai harus memberikan perlindungan kepada petani garam Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement