REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Presiden Joko Widodo pada sosialisasi amnesti pajak periode kedua, Oktober-Desember 2016, menyindir beberapa pengusaha yang duduk di bagian terdepan agar segera ikut program ini.
"Masih banyak dana rakyat Indonesia itu masih tersimpan di luar negeri dan di sini juga saya masih hafal satu dua orang mukanya yang menyimpan uangnya di luar negeri," ujarnya di hadapan 4.000 warga Sulsel di Makassar, Jumat malam (25/11).
Ia mengatakan, sejumlah nama-nama pengusaha yang ada di Sulsel juga masih dikenalnya dan menyimpan dananya di luar negeri dan ia mengharapkan agar pada periode kedua ini segera ikut pengampunan pajak. "Nama-namanya ada di kantong saya. Masih saya hafal mukanya. Saya ke sini tak sekadar jumpa fan. Tapi saya mau tax amnesty ini semuanya bergerak, mulai yang kecil, menengah hingga yang besar," katanya.
Bukan cuma itu, dalam sambutannya ia menyatakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sangat tinggi dengan pencapaian delapan-sembilan persen. Jokowi menyebut pertumbuhan ekonomi juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Namun dirinya kembali mengingatkan agar dengan pertumbuhan ekonomi yang termasuk tertinggi di Indonesia itu dibarengi dengan kepatuhan membayar pajak. "Ingat, saat ini biaya tebusannya masih sangat rendah yakni tiga persen. Di periode pertama itu 2,5 persen. Untuk orang per orang dan UMKM itu hanya 0,5 persen," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan kepada 4.000 warga yang ada di ruangan hotel agar segera melaporkan harta kekayaannya pada periode kedua ini. "Berdasarkan data, jumlah warga Sulawesi Selatan yang ikut program ini hanya 8.871 orang atau dua kali lebih banyak dari yang ada di ruangan ini," katanya.
Dia menuturkan, tarif pajak penghasilan (PPh) normal dan sanksi bunga dua persen per bulan berlaku bagi wajib pajak yang kedapatan memiliki harta yang selama ini tidak dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dan tidak ikut amnesti pajak
"Kalau tidak ikut tax amnesty dalam jangka waktu tiga tahun terhitung sejak berlaku, apabila Ditjen Pajak menemukan data terkait harta, maka harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan jadi kena tarif normal bisa 25 persen dan sanksi bunga dua persen per bulan," kata Sri Mulyani.