REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mendorong rakyat Indonesia untuk menggunakan layanan perbankan. Ia menyebut, semakin banyak rakyat yang memiliki akses perbankan, maka semakin teratur pula pengaturan keuangan mereka.
"Mereka bisa hemat, siap menghadapi kebutuhan masa depan, lebih cepat dapat pinjaman modal usaha tanpa ke rentenir," kata Presiden, usai meresmikan Peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif di Istana Negara, Jumat (18/11).
Jokowi telah menargetkan pada 2019 mendatang Indeks Inklusi Keuangan Indonesia sudah berada pada angka 75 persen. Pada 2014, posisi Indonesia baru berada di angka 36 persen. Tinggi dan rendahnya Indeks Inklusi Keuangan di suatu negara menunjukkan seberapa banyak masyarakat yang sudah memiliki akses perbankan di negara tersebut.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut, selama ini masih banyak rakyat yang enggan memanfaatkan dana pijaman bank untuk modal usaha mereka karena sebelumnya bunga pinjaman masih relatif tinggi. Pada mulanya, bunga pinjaman untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih 22 persen. Namun, saat ini angkanya telah turun menjadi hanya sembilan persen. "Sekarang lebih cepat pedagang atau pengusaha kecil dapat kredit," ucap dia.
Lebih lanjut, Darmin juga mengatakan ada enam pilar yang akan dijalankan pemerintah demi mencapai target 75 persen Indeks Inklusi Keuangan. Enam pilar Strategi Nasional Keuangan Inklusif itu yakni edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan yang mendukung, fasilitas intermediasi dan saluran distribusi, serta perlindungan konsumen.