REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat tidak memandang pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai ancaman. Menurut dia, pandangan pasar bebas ASEAN muncul karena kurangnya pemahaman terhadap kondisi negara-negara ASEAN lainnya.
Selain itu, juga dipicu kurangnya rasa percaya diri bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya yang besar untuk menghadapinya.
"Hal tersebut (memandang pasar bebas ASEAN sebagai ancaman) merupakan pandangan yang kurang tepat. Kita memiliki potensi untuk menjadi unggulan dan sejahtera dalam era pasar bebas," kata Sri Mulyani dalam pidato kuncinya yang dibacakan Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Bambang Karuliawasto dalam Konferensi Nasional I Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI) 2016 di Yogyayakarta, Kamis (17/11).
Indonesia, kata dia, memiliki bekal yang cukup dengan potensi berupa populasi, sumber daya alam, serta pasar dan bahkan diproyeksikan menjadi kekuatan ekonomi kawasan (regional economic powerhouse).
"Kekuatan ekonomi tersebut dapat diwujudkan dengan kerja keras, misalnya dengan penguatan sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur," katanya.
Ia mengatakan melalui integrasi pasar ASEAN nilai perdagangan antar negara-negara ASEAN dapat meningkat dari 600 miliar dolar AS menjadi 1,9 triliun dolar AS.
Ia menyebutkan berdasarkan data statistik perekonomian negara-negara ASEAN, rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi riil tahun 2007-2015 sebesar 5,2 persen. Secara kolektif perekonomian ASEAN merupakan ke-6 terbesar di dunia dan ke-3 terbesar di Asia.
Lebih dari itu, posisi Indonesia, menurut dia, juga sulit menolak persaingan global yang dibuat oleh negara-negara di dunia. Dalam waktu dekat, Indonesia juga akan menghadapi European Free Trade Area, blok China, serta blok ekonomi Amerika Serikat.
"Karenanya pemerintah pusat dan daerah harus memiliki strategi yang sama dalam menghadapi gempuran ekonomi global tersebut," kata dia.