REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,65 persen terhadap dolar AS pada pekan kedua November 2016 ini. Pelemahan nilai tukar rupiah ini juga terjadi terhadap seluruh mata uang utama dunia.
Menurut data BPS, depresiasi rupiah juga terjadi terhadap dolar Australia sebesar 0,73 persen. Sementara terhadap euro terdepresiasi sebesar 2,74 persen dan yen Jepang 1,62 persen.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, situasi pelemahan nilai tukar rupiah ini selain juga disebabkan oleh pasar yang masih menunggu kebijakan Donald Trump sebagai Presiden AS, juga lantaran Jepang yang juga menglamai surplus perdagangan.
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, pulihnya neraca perdagangan Jepang juga berimbas pada nilai tukar rupiah. Artinya, menurutnya, faktor global menyumbang peranan yang cukup kompleks bukan semata efek Trump.
Di sisi perdagangan, Sasmito meyakini bahwa Trump akan tetap melanjutkan hubungan dagang yang baik dengan mitra dagang AS sebelumnya. Ia menilai, janji kampanye yang disampaikan Trump di mana seolah ia memosisikan diri untuk menerapkan proteksionisme bagi AS tidak akan berjalan sepenuhnya. Artinya, Sasmito berharap bahwa Trump tetap menjaga kepentingan bisnis dan kepentingan bersama dengan mitra dagang selama ini.
"Saya nggak khawatir ekspor kita ke AS. Saya kira tetap berjalan. Kecuali pada hal tertentu, dalam politik lah," ujar Sasmito di kantor BPS, Jakarta, Selasa (15/11).
Ekspor Indonesia ke AS selama ini didominasi oleh produk alas kaki, dan produk dari karet terutama hasil industri rumah tangga. Selain itu, hasil industri mekanik juga banyak diekspor ke AS oleh Indonesia.