REPUBLIKA.CO.ID, MARRAKECH -- Dunia mengapresiasi kebijakan dan langkah operasional yang telah diambil Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Apresiasi terhadap Indonesa disampaikan para delegasi dari berbagai negara pada pertemuan negosiasi, dan pada ajang pararel event yang digelar selama penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim (COP) ke-22 di Marrakech, Maroko.
“Apresiasi diberikan kepada kita karena adanya kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah operasional untuk pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” kata Menteri LHK Siti Nurbaya, dalam keteragannya yang diterima Republika.co.id, hari ini.
COP ke-22 yang berlangsung selama 7-18 November 201, memiliki agenda utama untuk melakukan pembahasan pengimplementasian Persetujuan Paris (Paris Agreement). Berdasarkan Persetujuan Paris, setiap negara menyampaikan target penurunan emisi GRK, yang bertujuan menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 2 derajat dibanding dengan masa pra industri atau sekitar abad ke-18 lalu.
Dikatakan Nurbaya, sepanjang tahun 2016, Indonesia telah banyak menelurkan kebijakan serta langkah operasional penurunan emisi yang memiliki dampak langsung. Salah satu kebijakan operasional itu adalah moratorium dan restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta mitigasi deforestasi hutan di Indonesia. "Semua kebijakan dan langkah operasional tersebut memiliki indikator yang jelas sehingga dampaknya terukur, terpantau dan dapat diverifikasi," katanya.
Menteri Nurbaya menegaskan, kebijakan untuk penurunan emisi di Indonesia bukanlah untuk menyenangkan negara lain. Target 29-41 persen merupakan bentuk keseriusan Indonesia untuk menyelamatkan kondisi kepulauan Indonesia dan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Kebijakan ini juga merupakan amanat dari peraturan perundang-undangan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia. “Kebijakan kita rupanya inline dengan yang dilakukan komunitas internasional,” katanya.
Terkait materi konferensi, Menteri Nurbaya berpesan kepada Tim Negosiasi Indonesia untuk selalu memaparkan capaian yang sudah diraih Indonesia, termasuk soal implementasi Persetujuan Paris. Dia menjelaskan, Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris dan telah menyerahkan dokumen NDC kepada sekretariat UNFCCC (Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim).
“Indonesia juga telah meluncurkan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) untuk mendata upaya-upaya penurunan emisi dari setiap sektor,” kata Nurbaya.
Sistem registri ini dibangun agar bisa digunakan secara mudah dan ringan dengan perangkat seperti komputer, laptop, tablet maupun smartphone. Sistem ini memandatkan tiap pelaku usaha untuk mendaftarkan aktivitas karbon mereka, sehingga memungkinkan dilakukannya verifikasi aksi-aksi penurunan emisi yang telah dilakukan Indonesia.
SRN PPI merupakan sistem pengelolaan dan penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Sistem ini bertujuan untuk: 1) Pendataan aksi dan sumber daya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia, 2) Pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian perubahan iklim (adaptasi, mitigasi, pendanaan, teknologi, capacity building) di Indonesia, 3) Penyediaan data dan informasi kepada publik tentang aksi dan sumber daya adaptasi dan mitigasi serta capaiannya, 4) Menghindari penghitungan ganda (double counting) terhadap aksi dan sumber daya adaptasi dan mitigasi sebagai bagian pelaksanaan prinsip clarity, transparency dan understanding (CTU).