REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan harga batu bara acuan (HBA) sebesar 84,89 dolar AS per ton pada November 2016. Jumlah tersebut naik 23 persen jika dibandingkan HBA Oktober, yakni sebesar 69,07 per ton.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan kenaikan HBA tersebut berdampak pada peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor batu bara. PNBP sempat mengalami penurunan saat anjloknya harga batu bara. "Ya naiklah moga-moga, Kemarin turun, harga jatuh," kata Bambang, saat ditemui dalam acara diskusi dan peluncuran buku Biografi Soetaryo Sigit di Adaro Institute, Gedung Tempo Scan, Jakarta, Senin (7/11).
Ia menuturkan, kenaikan HBA itu mendekatkan dengan target PNBP sebesar Rp 30,1 triliun pada 2016. Target tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 52,2 triliun. Bambang menjelaskan, hal ini dikarenakan pemerintah tidak menyertakan asumsi kenaikan tarif royalti batu bara untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Presiden Direktur PT Adaro Energi, Garibaldi Thohir menilai kenaikan HBA pada November karena kebijakan Cina menghentikan produksi batu bara membuat harga di pasaran berfluktuasi. "Apakah pemerintah Cina akan tetap menerapkan kebijakan itu atau tidak, kita tidak tahu, karena itu di luar kontrol kita," tutur sosok yang akrab disapa Boy itu.
HBA November menjadi rekor tertinggi sejak Mei 2013. Pada Mei 2013, HBA tercatat 85,33 dolar AS. Sejak Januari 2009, HBA tertinggi terjadi pada Februari 2011, yakni 127,05 dolar AS. Sementara pada Februari 2016, angka 50,92 dolar AS per ton menjadi HBA terendah dalam 6-7 tahun terakhir.