REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Sunarsip menilai, rencana penarikan utang lebih awal dengan melakukan prefunding sebelum masuk tahun anggaran 2017 atau front loading di awal tahun anggaran mendatang harus dilakukan dengan pertimbang matang. Salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan adalah gejolak eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dan dinamika geopolitik yang bisa saja membawa pelemahan kembali ekonomi global.
Sunarsip menjelaskan, kanaikan suku bunga The Fed bisa saja membuat nilai obligasi negara Indonesia menjadi anjlok dan tidak menguntungkan untuk menjadi sumber pembiayaan. Pemerintah boleh menarik pinjaman asal waktunya tepat.
"Pemerintah harus antisipasi perkembangan eksternal yang bisa mendorong pelemahan dan penurunan harga obligasi negara seperti kenaikan The Fed. Dan harus melihat kondisi likuiditas di dalam negeri. Jangan terbitkan surat utang di saat kondisi likuiditas sedang ketat. Itu akan memukul sektor keuangan terutama perbankan," ujar Sunarsip, Kamis (27/10).
Ia menilai, sebetulnya kebijakan utang merupakan hal yang sudah rutin dilakukan pemerintah melalui penerbitan surat berharga negara (SBN). Hanya saja, untuk tahun fiskal mendatang, pemerintah harus cermat dalam memilih waktu penerbitan.
Ia menilai, untuk membiayai kebutuhan belanja di awal tahun di mana penerimaan perpajakan masih belum optimal, obligasi bisa saja diterbitkan di kuartal pertama. Artinya, defisit anggaran untuk tahun depan sebesar Rp 330,2 triliun bisa disiasati dengan penerbitan surat utang yang memperhatikan momentum global dan likuiditas dalam negeri.