Kamis 27 Oct 2016 14:28 WIB

JK Sebut Tiga Kebijakan Hambat Kemajuan Indonesia

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Jusuf Kalla
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan sejumlah hambatan dari kebijakan masa lalu yang menyebabkan Indonesia kalah maju dari negara lainnya seperti Malaysia dan Thailand, bahkan Singapura. Hal ini disampaikan JK saat menghadiri acara Tempo Economic Briefing di Hotel Westin, Jakarta.

JK menyebutkan terdapat tiga kebijakan yang keliru yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya sehingga menghambat kemajuan bangsa. Pertama yakni, kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya krisis 1998.

"Waktu krisis 98 ongkosnya terlalu tinggi. Ongkosnya bisa menjadi Rp 600 triliun, tapi kalau dihitung dengan uang sekarang saya kira hampir Rp 3.000 triliun. Kesalahannya ialah hanya satu, mempercayai, meng-guarantee semua yang salah. Akhirnya semua orang melakukan penggelembungan atau perampokan daripada kebijakan yang dibuat," jelas dia di Hotel Westin, Jakarta, Kamis (27/10).

Kebijakan kedua, yakni pemborosan dalam mengelola sumber daya alam. JK mengatakan dalam kurun waktu sepuluh tahun subsisi BBM yang diberikan oleh pemerintah hampir Rp 1.500 triliun. Menurut dia, anggaran subsidi tersebut merupakan alokasi terbesar dalam APBN.

JK juga mencontohkan kesalahan pengelolaan sumber daya alam yang mengakibatkan Venezuela gagal sehingga perekonomiannya menjadi lemah. Venezuela yang merupakan negara kaya akan minyak ini menjadi miskin karena kesalahan kebijakan dalam mengelola sumber daya alam serta adanya korupsi.

"Kita dalam sepuluh tahun saja subisdi BBM hampir Rp 1.500 triliun. Yang terbesar itu pada, minta maaf, kabinet sebelum ini. Waktu pada saya ada di kabinet Alhamdulliah kita naik harga BBM tiga kali, kita keras," tambah dia.

Kesalahan kebijakan yang terakhir yang dilakukan pemerintah yakni dalam menata pemerintahan dari sistem sentralistik ke otonomi. Menurut dia, pemerintah tidak dapat mengelola birokrasi secara efisien.

Ia menyebutkan, ongkos birokrasi saat ini bahkan mencapai tujuh kali lipat dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Akibatnya, anggaran belanja modal dan barang untuk mendorong pertumbuhan saat ini tak lebih dari 59 persen APBN.

"Tinggi sekali. Akibat tiga hal ini maka terjadilah pergeseran belanja dari dulu waktu zaman orde lama 50 persen biaya pembangunan, sekarang belanja modal dan barang itu tidak lebih daripada 50 persen. Modalnya hanya kurang lebih 9 persen," jelas JK.

Lebih lanjut, JK mengatakan pemerintah masih memiliki 'pekerjaan rumah' untuk diselesaikan, yakni untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, lapangan kerja, sosial, kebutuhan pendidikan, dan juga pertumbuhan ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement