Selasa 25 Oct 2016 17:10 WIB

Menkeu Bantah Pengalihan Subsidi tak Memihak Rakyat Miskin

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati menyampaikan rilis pencapaian dan evaluasi progrm pengampunan pajak atau tax amnesty di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (14/10).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati menyampaikan rilis pencapaian dan evaluasi progrm pengampunan pajak atau tax amnesty di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi anggapan bahwa pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Jokowi tidak memihak rakyat, khususnya kelompok miskin, lantaran kebijakan pengalihan subsidi BBM. Sri menjelaskan, masyarakat harus memahami bahwa subsidi yang ada bukan dihilangkan semata namun,  dialihkan dari sektor konsumtif ke sektor produktif.

Ia menegaskan bahwa meski ada kebijakan pemerintah untuk memangkas subsudi yang sifatnya distortif dan konsumtif, namun keberpihakan pemerintah kepada rakyat miskin justru bertambah. Beberapa kebijakan pemerintah yang menguatkan hal ini, ujarnya, adalah naiknya jumlah peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dari 3,5 juta kepala keluarga (KK) menjadi 6 juta KK di tahun ini. Program ini memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Sri juga menyebutkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang tadinya 88,2 juta orang naik menjadi 92,4 juta orang, dan iuran pesertanya juga naik dari Rp 11 ribu ke Rp 23 ribu. Pemerintah, kata dia, juga melakukan peningkatan yang sangat ekspansif dari kredit usaha rakyat (KUR), yang tadinya untuk subsidi bunga hanya sebesar Rp 30 triliun sekarang dinaikkan menjadi Rp 100 triliun hingga 120 triliun untuk 2016.

"Ini menggambarkan, kalau hanya dilihat dilihat skema subsidi turun, maka itu gambaran yang bisa salah kesimpulan. Kami katakan kebijakan APBN adalah membuat sisi belanja lebih targeted dan lebih langsung menyelesaikan masalah yang memang merupakan masalah inti, yakni kemiskinan dan investasi yang menunjang produktivitas menengah dan panjang. Kebijakan dalam belanja pendidikan dan kesehatan juga mengalami kenaikan," ujar Sri dalam paparan dua tahun kinerja Jokowi-JK di Kantor Staf Presiden, di Jakarta, Selasa (25/10).

Selain itu, pemerintah juga menaikkan dana desa dari Rp 20 triliun di 2015 menjadi Rp 47 triliun pada tahun ini. Perubahan komposisi belanja tahun ini, menurut Sri, menunjukkan adanya keseriusan pemerintah untuk membangun fondasi dalam pertumbuhan ekonomi ke depan.

"Ini adalah salah satu narasi fiskal dalam rangka, pertama, mengurangi tekanan pelemahan yang berasal dari global, jadi melindungi ekonomi Indonesia. Kedua, melakukan pengeluaran yang lebih taktis-strategis dalam rangka membangun fondasi di masa depan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement