Kamis 20 Oct 2016 17:46 WIB

Penipuan Bermodus Pelunasan Utang Mulai Merambah Banyumas

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Winda Destiana Putri
Penipuan keuangan (Ilustrasi)
Foto: BUSTHATHIEF.COM
Penipuan keuangan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Penipuan dengan modus melakukan pelunasan utang nasabah bank, mulai merambah wilayah Kabupaten Banyumas. Kepala Bank Indonesia Perwakilan Purwokerto, Ramdan Denny Prakoso menyebutkan, pihaknya mendapat informasi bahwa sekelompok orang mulai melakukan sosialisasi mengenai program pelunasan utang nasabah di wilayah Kecamatan Sumpiuh.

''Kami sudah mendapat informasi seperti itu dari warga Sumpiuh. Namun sejauh ini, kami belum mendapat laporan adanya korban akibat praktik penipuan tersebut,'' jelasnya, Kamis (20/10).

Seperti modus penipuan yang berlangsung di daerah lain, korban yang ditawari penipu berkedok pelunasan utang, adalah dengan cara menunjukkan bahwa lembaga yang akan melakukan pelunasan memiliki jaminan berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Berbekal lembaran SBI tersebut, mereka membujuk nasabah pemilik utang bank untuk menyetorkan sejumlah uang sebagai pendaftaran program pelunasan utang.

''Setelah korban mendaftar sambil menyetorkan sejumlah uang, biasanya nasabah tersebut akan diberitahu bahwa utangnya sudah dilunasi. Padahal, pelunasan tidak pernah dilakukan lembaga atau oknum tersebut,'' jelasnya.

Terkait hal ini, Ramdhan meminta masyarakat di wilayah eks Karesidenan Banyumas agar lebih berhati-hati dan tidak mempercayai adanya program pelunasan utang. ''Pemerintah maupun BI, tidak pernah melakukan program pelunasan utang nasabah bank,'' tegasnya.

Ramdhan juga menegaskan, bila ada oknum yang bisa menunjukkan SBI kepada masyarakat, maka bisa dipastikan bahwa lembaran SBI tersebut adalah palsu. Dia menyebutkan, sebelum tahun 2000, BI memang mengeluarkan SBI dalam bentuk berkas dengan nominal tertentu pada masyarakat dan perbankan yang berminat memiliki.

''Namun, SBI yang diterbitkan BI tidak pernah diberikan pada pembeli SBI. Pemilik SBI hanya diberikan tanda bukti telah memiliki SBI senilai nominal tertentu, sedangkan berkas SBI-nya, tetap disimpan di BI,'' jelasnya.

Kemudian setelah tahun 2000, setiap penerbitan SBI oleh Bank Indonesua tidak lagi dalam bentuk berkas kertas. Melainkan dalam bentuk digital atau paperless, sehingga tidak mungkin lagi ada berkas SBI yang beredar di masyarakat.

''Selain itu, masa berlaku atau jatuh tempo SBI tidak pernah lebih dari 1 tahun. Jadi kalau ada oknum yang sampai memegang SBI, maka bisa dipastikan SBI tersebut palsu atau sudah tidak berlaku lagi,'' jelasnya.

Berdasarkan fakta tersebut, Ramdhan menyatakan, bila ada orang atau lembaga yang menawarkan pelunasan utang dengan jaminan SBI, maka bisa dipastikan bahwa itu merupakan praktik penipuan. ''Bila sampai ada masyarakat yang menjadi korban, BI juga tidak bisa bertanggung jawab karena itu merupakan ulah oknum masyarakat atau lembaga yang memang berupaya melakukan penipuan,'' tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement