REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan agenda perubahan iklim menjadi sebuah keharusan dalam mencapai transformasi ekonomi. Masyarakat internasional kini mulai banyak meluncurkan proyek-proyek ambisius untuk mengatasi masalah lingkungan ini.
"Perubahan iklim adalah buatan manusia dan solusinya juga perlu buatan manusia," katanya dalam International Conference on Social and Political Issues (ICSPI) di Sanur, Denpasar, Rabu (19/10).
Transformasi ekonomi melalui komitmen mencegah perubahan iklim lebih lanjut bertujuan mencapai masa depan tangguh. Yudhoyono mengatakan perbahan iklim menjadi bagian penting dari pertumbuhan berkelanjutan.
"Kita harus bekerja sama mencegah terjadinya kenaikan suhu Bumi 1,5-2 derajat Celcius," katanya.
Hutan beserta tanah di bawahnya di seluruh dunia menyimpan karbon lebih dari satu triliun ton. Negara-negara di dunia, kata Yudhoyono hanya memiliki waktu hingga 2045 sebelum menghabiskan satu triliun ton karbon tersebut.
Kenaikan dua derajat, ujar Ketua Umum Partai Demokrat ini akan membuat hidup manusia di Bumi kian sulit. Kondisi ini mendorong lebih banyak bencana akibat kenaikan permukaan laut cukup besar. Banyak negara kepulauan tenggelam, krisis pangan, munculnya penyakit baru, dan cuaca ekstrem yang memicu gejolak sosial dan politik.
Sebanyak 700 juta penduduk Bumi akan jatuh dalam kemiskinan ekstrem jika perubahan iklim tak bisa dicegah. Yudhoyono mengatakan ia percaya bahwa pembangunan hijau menjadi solusi melalui investasi dan kolaborasi besar berbagai pihak. Universitas perlu mengeksplorasi dan bereksperimen melakukan inovasi transformasi dalam masyarakat.