REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, AS. Dalam pertemuan yang berlangsung sejak 4 hingga 9 Oktober lalu tersebut, Sri Mulyani memanfaatkan momentum untuk mempresentasikan program amnesti pajak yang berjalan di Indonesia sejak Juli lalu.
Melalui forum internasional tersebut, Sri juga menegaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak yang dijalankan pemerintah Indonesia tidak mengakomodasi segala upaya pihak lain untuk meiegalkan hasil kejahatan keuangan dalam bentuk apapun, termasuk kejahatan pencucian uang, dan pendanaan terorisme.
Sri menghadiri pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF dalam kapasitas sebagai Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia, Gubernur Alternatif IMF, Menteri Keuangan negara anggota G20 sekaligus sebagai Ketua Komite Pembangunan atau Development Committee (DC). Rangkaian Pertemuan Tahunan mencakup Pertemuan DC, lnternational Monetary and Financial Committee (IMFC), dan G20.
"Kebijakan pengampunan pajak adalah upaya pemerintah untuk memperbaiki data perpajakan dan memperluas basis pajak. Perbaikan tersebut kedepannya akan bermanfaat dalam upaya mendorong peningkatan rasio pajak yang saat ini masih sangat rendah. Namun demikian kebijakan pengampunan pajak tersebut sama sekali tidak mengakomodasi segala upaya pihak lain untuk meiegalkan hasil kejahatan keuangan dalam bentuk apapun, termasuk kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujar Sri dalam Konferensi Pers di Kementerian Keuangan, Rabu (12/10).
Sri Mulyani, yang juga menorehkan sejarah sebagai perempuan pertama yang menjabat Ketua, memimpin pertemuan DC yang dihadiri oleh 25 anggota terdiri atas para gubernur termasuk Menteri Keuangan atau Menteri Ekonomi yang mewakili 189 negara anggota Bank Dunia dan IMF.
Dalam pertemuan DC tersebut mengemuka kekhawatiran situasi ekonomi global yang masih belum pulih selama tahun 2016, ditambah prediksi prediksi ekonomi yang masih rendah pada tahun 2017, terutama dengan investasi ke negara berkembang menurun, harga komoditas di pasar global rendah serta ketidakpastian geopolitik global yang mempengaruhi kepercayaan pasar.
"Untuk itu, DC meminta kepada Bank Dunia dan IMF untuk bersama-sama dengan negara anggota melakukan sinergi kebijakan dalam bidang moneter, fiskal dan reformasi struktural serta mendorong pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Sri.