REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Krisis daya listrik yang terjadi di wilayah Lampung dapat teratasi bila potensi produksi singkong (ubi kayu) dapat dialihkan ke energi listrik. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung masih merancang tata niaga singkong dan pembangkit listrik berbahan bakar singkong.
“Ke depan, sudah harus dipikirkan potensi produksi singkong di Lampung yang melimpah dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis listrik di Lampung,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung, Sutono kepada Republika.co.id di Bandar Lampung, Jumat (7/10).
Ia mengatakan, produksi singkong lokal selama ini hanya diserap untuk kebutuhan pabrik tapioka perusahaan besar dan usaha menengah di Lampung. Padahal, produksi singkong yang melimpah dapat dialihkan untuk bahan baku pembangkit listrik.
Menurut dia, pembangkit listrik berbahan baku singkong sudah ada di Kabupaten Lampung Tengah, sejak lima tahun terakhir. Pembangkit listrik tersebut untuk kalangan tertentu. “Kalau dikelola dengan baik, pembangkit listrik berbahan baku singkong dapat dimanfaatkan secara luas,” ujarnya.
Saat ini, mantan kepala Dinas Perkebunan tersebut menyatakan, petani singkong hanya mengandalkan panen singkongnya diserap pabrik tidak mampu ke tempat lain. Bila pembangkit sudah berjalan, petani singkong dapat meningkatkan pendapatannya dengan meningkatkan produksi lahan singkongnya.
Anjloknya harga singkong lokal di Lampung saat ini menyentuh angka Rp 500 per kilogram. Ia mengatakan, petani lokal merugi atau kehilangan sekitar Rp 4 triliun dari luas lahan singkong di Lampung yang mencapai 400 ribu hektare. “Kalau harga anjlok, petani tidak berpikir untuk meningkatkan produksi singkongnya, mau dibuang ke mana sisa singkongnya,” ujarnya.
Untuk itu, ia berharap ke depan petani tetap meningkatkan produksi singkongnya, selain untuk kebutuhan pabrik, juga dapat diserap menjadi bahan baku pembangkit listrik. Menurut perhitungan, 10 ton singkong dapat memproduksi satu megawatt daya listrik.