REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah tetap fokus pada penerimaan perpajakan rutin untuk tahun anggaran 2016 sebesar Rp 1.320 triliun. Angka yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sudah dikurangi dengan defisit fiskal sebesar Rp 219 triliun. Amnesti pajak dinilai bisa menyokong defisit anggaran yang tahun ini diperlebar di kisaran 2,5 hingga 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sri menjelaskan, pemerintah masih memiliki optimisme penerimaan negara dari uang tebusan bisa menembus target sebesar Rp 165 triliun. Alasannya, hingga akhir periode pertama saja uang tebusan yang terkumpul mencapai Rp 86,94 triliun yang dilihat dari setoran Surat Pernyataan Harta (SPH). Padahal, periode amnesti pajak masih berlanjut hingga Maret 2017 mendatang dengan tarif tebusan yang bertahap naik menjadi tiga persen dan lima persen.
"September ini karena amnesti pajak, kenaikan dari penerimaan pajak meningkat cukup besar. Kita masih memiliki tiga bulan lagi (hingga periode kedua usai). Jadi InsyaAllah bisa capai target. Tentu saya juga akan perhatikan cukai, yang biasanya naik di tiga bulan terakhir," ujar Sri di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (30/9).
Sri melanjutkan, pemerintah akan tetap fokus pada pengusaha besar atau wajib pajak besar sepanjang periode kedua dan ketiga amnesti pajak. Tak hanya itu, periode kedua dan ketiga amnesti pajak ini pemerintah juga menyasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang dianggap akan mulai banyak mendaftar di periode lanjutan. UMKM tidak dikenai periodesasi tarif tebusan, di mana UMKM dipatok tarif tebusan sebesar 0,5 persen sepanjang program amnesti pajak hingga Maret 2017 mendatang.
"Kita (kejar) dua-duanya. Kita lihat WP OP (wajib pajak orang pribadi) yang paling banyak orang pribadi. WP badan masih banyak potensinya," ujar Sri.