REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mengkaji ulang potensi harta wajib pajak Indonesia yang berada di luar negeri. Hal ini dilakukan untuk memastikan sejauh mana raihan program amnesti pajak bisa digenjot.
Sebelumnya, pemerintah mengungkapkan bahwa terdapat 250 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.250 triliun dari kekayaan jaringan pribadi tingkat tinggi atau high level network tersimpan di luar negeri. Dari angka tersebut, terdapat 200 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 2.600 triliun harta mereka yang mengendap di Singapura.
Melihat capaian deklarasi pajak per hari ini yang mencapai Rp 2.450 triliun dan uang tebusan yang masih Rp 50,6 triliun, pemerintah akan kembali mencari data paling akurat soal berapa sebetulnya dana wajib pajak yang ada di luar negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kajian awal yang masih dipegang oleh pemerintah adalah hasil survei oleh McKinsey yang menyebutkan nominal potensi harta wajib pajak yang disebut di atas.
Hanya saja, Sri menyebutkan, pemerintah tidak fokus sebatas pada berapa capaian penerimaan negara dari amnesti pajak, namun juga adanya basis data pajak yang baru. "Data dari McKinsey jadi masukan. Dan kami akan lakukan verifikasi dari berbagai sumber dan berbagai yurisdiksi. Atau juga dari negara-negara yang diperkirakan jadi tempat untuk simpang harta wajib pajak," kata Sri, Selasa (27/9).
Sedangkan jumlah dana repatriasi yang terkumpul hingga hari ini, Ditjen Pajak mencatat sudah mencapai Rp 107 triliun. Mengenai capaian dana repatriasi ini, Sri menjelaskan, pengusaha dan wajib pajak yang ikut amnesti pajak tetap memiliki hak untuk memutuskan untuk menarik kembali hartanya ke dalam negeri atau tidak.
Sejumlah alasan yang membuat wajib pajak tidak menarik hartanya di luar negeri di antaranya adalah hartanya masih berupa aset tak bergerak dan adanya investasi yang menyangkut afiliasi perusahaan di luar negeri.
"Kami tidak ingin ekonomi Indonesia jadi tertutup dan restriktif. Hubungan luar negeri tetap dijaga dengan mutual trust dan mutual benefit, tidak ingin hanya untungkan satu pihak. Kalau harta tetap di luar untuk kebutuhan bisnis silakan dideklarasi. Namun jelas kami ingin bangun infrastruktur, buka peluang tenaga kerja, kami ingin dapat potensi (penerimaan) besar," ujarnya.