Senin 19 Sep 2016 17:29 WIB

Cadangan Timah Indonesia Kian Menipis

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Andi Nur Aminah
Salah satu tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Salah satu tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Cadangan timah Indonesia di Pulau Bangka terus berkurang. Diperkirakan cadangan timah yang ada akan habis 10 hingga 15 tahun mendatang. Sementara, pemerintah dan juga pemerintah daerah setempat belum punya rencana mau diapakan daerah bekas penambangan itu.

"Sampai sekarang, belum ada rencananya, apakah akan digunakan sebagai daerah pariwisata atau apa," kata Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi di Nusa Dua, Bali, Senin (19/9) seusai memberikan presentasi pada acara Indonesia Tin Conference and Expo 2016.

Acara yang diselenggarakan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX), diikuti kalangan pengusaha dari 10 negara di kawasan Asia Pacifik. Menipisnya cadangan timah sebut Bachrul, membuat Indonesia khawatir, karena jangan-jangan nanti setelah cadangan timah di Bangka Belitung habis, Indonesia justru menjadi pengimpor timah.

Sekarang saja dia menyebut Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki cadangan timah. Namun ekspor timahnya lebih besar dari Indonesia. "Kita tidak tahu mereka dapat timah dari mana. Tapi bukan mustahil nanti kita akan menjadi negara pengimpor timah," katanya.

Ekonom  Faisal Basri menyebutkan, harga timah dunia akan terus naik, mengikuti pertumbuhan industri yang memerlukan lebih banyak bahan dari timah. Menurut dia, timah digunakan hampir di semua industri, karena timah penghatar listrik terbaik. Karena itu timah akan terus diperlukan dan harganya ditentukan oleh kebutuhan pasar.

"Jadi harga timah akan terus naik, karena industri akan terus tumbuh. Kendati pun ekonomi melemah, namun industri terus berkembang, orang terus memerlukan timah" katanya.

Hanya Faisal menyayangkan, potensi cadangan timah yang dimiliki Indonesia belum dimanfaakan secara maksimal. Menurut dia, timah jangan diekspor mentah-mentah, tapi harus diekspor barang jadinya. Sehingga Indonesia bisa memperoleh nilai tambah dari pengolahan timahnya.

"Paling tidak kan kalau kita olah sendiri, industrinya akan menyerap tenaga kerjanya. Harga jual juga bisa lebih mahal. Jadi cadangan timah yang masih 10 hingga 15 tahun lagi, harus dimanfaatkan dengan baik," katanya.

Faisal mengingatkan, sangat lucu kalau Indonesia menjual bahan timah, lalu mengimpor timah matangnya. Dia mengatakan mestinya dibuat pabrik pengolahan timahnya. Jangan sampai, katanya, seperti bauksit, di mana Indonesia merupakan produsen bauksit mencapai empat juta ton pada 2014. Indonesia punya industri alumunium di Asahan, tapi Indonesia tidak punya alumina dan Indonesia membeli end product-nya. "Harus diatur, tapi tidak benar juga bila tiba-tiba pemerintah melarang ekspornya. Bisa kacau nanti," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement