REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana memperlebar defisit anggaran. Defisit akan diperlebar karena pemerintah ingin menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah seretnya penerimaan negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, APBN Perubahan 2016 dihadapkan dengan beberapa risiko. Selain penerimaan negara dari pajak, bea cukai dan juga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak maksimal, ada risiko bertambahnya pengeluaran gara-gara membengkaknya cost recovery migas.
"Kami memperkirakan defisit akan meningkat sebesar 0,2 persen. Namun, itu akan dilakukan secara hati-hati," kata Sri menyampaikan hasil rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (16/9). Dalam APBNP 2016, defisit anggaran ditetapkan sebesar 2,35 persen.
Sri menegaskan, rencana pelebaran defisit bertujuan untuk memastikan program-program prioritas pemerintah dapat berjalan. Apalagi, penyerapan anggaran belanja pemerintah pada tahun ini cukup tinggi. "Proyeksi kami penyerapan anggaran mencapai 97,1 persen," ujar Sri.
Menurut dia, tingginya penyerapan anggaran ini merupakan kabar baik karena artinya pemerintah semakin baik dalam merencanakan dan mengeksekusi anggaran. Apalagi, belanja pemerintah merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
Di tengah proyeksi tingginya penyerapan anggaran, proyeksi penerimaan negara tidak menunjukkan perkembangan. Pemerintah masih memperkirakan ada shortfall atau kekurangan penerimaan sebesar Rp 219 triliun. Sri mengungkapkan, realisasi penerimaan negara hingga Agustus baru mencapai 46,1 persen atau sekitar Rp 821,56 triliun dari target Rp 1.786 triliun.
Beban pemerintah akan bertambah dengan adanya potensi pembengkakan cost recovery migas yang melebihi pagu. Menurut Sri, realisasi cost recovery migas sampai Juli sudah mencapai 6,5 miliar dolar AS. Sedangkan dalam APBNP 2016 dianggarkan hanya 8 miliar dolar AS.