Kamis 15 Sep 2016 18:41 WIB

Google Tolak Bayar Pajak di Indonesia

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Google
Foto: EPA
Google

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan digital asal Amerika Serikat (AS), Google, memberikan respons negatif kepada pemerintah Indonesia atas upaya pemeriksaan terkait penghindaran pajak. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan Google tidak kooperatif bahkan menolak diperiksa dengan cara memulangkan surat perintah pemeriksaan dari pemerintah.

Google yang sudah terdaftar sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) justru menolak status BUT tersebut. Padahal sebagai Badan Usaha Tetap, Google yang secara sah berkantor di Indonesia dan menjalankan lini bisnisnya di Indonesia dikenai kewajiban untuk membayar pajak.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Khusus Ditjen Pajak Muhammad Hanif menjelaskan, pembicaraan secara intensif dengan Google sebetulnya sudah dilakukan sepanjang tahun ini. Bahkan, perwakilan dari Google di Singapura sempat mendatangi Ditjen Pajak untuk melanjutkan pembahasan soal ini. 

Google yang berbasis di AS juga menyatakan minatnya untuk turun langsung merampungkan masalah ini. Hanya saja, kondisinya berbalik ketika satu bulan lalu, Agustus, Google memulangkan surat perintah pemeriksaan dari pemerintah. 

Hanif melanjutkan, langkah Google tersebut akan diajukan pemerintah sebagai bukti permulaan atau buper untuk melakukan investigasi lanjutan. Penolakan pemeriksaan menjadi satu indikasi pidana. "Pasti mutlak indikasi pidana. Namun kita terbentur adanya suasana tax amnesty. Instruksi dari Dirjen Pajak dan tidak melakukan langkah bukti permulaan kecuali hal-hal khusus," ujar Hanif di Kantor Ditjen Pajak, Kamis (15/9). 

Hanif menegaskan pemerintah akan terus melanjutkan upaya untuk memajaki Google. Langkah investigasi kepada Google akan dilanjutkan setelah program amnesti pajak berakhir, demi menjaga iklim kondusif bagi wajib pajak yang ingin mengikuti pengampunan pajak. Hingga saat ini, ia mencatat baru Inggris yang berhasil memajaki perusahaan digital seperti Google. 

Langkah serupa akan dilakukan juga untuk perusahaan digital lainnya, seperti Twitter, Facebook, dan Youtube. "Jadi kita akan tunggu akhir September ini. Karena saya mendengar pada akhir September kemungkinan akan dibuka lagi keran untuk peningkatan law enforcement. Karena kita akan lihat hasil dari amnesti pajak ini tapi langkah ini kita akan diskusikan dengan Pak Dirjen khsususnya. Apakah Kita bisa ambil langkah yang lebih keras terhadap Google ini. Dalam suasana seperti ini. Ini akan kita pergunakan. Facebook kita jalan terus," 

Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, potensi perikanan digital di Indonesia menyentuh 850 juta dolar AS pada 2015 lalu. Dari angka tersebut, 70 persen di antaranya didominasi oleh perusahaan digital global termasuk Google, Facebook, dan Twitter. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement