REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta cermat dalam mengambil kebijakan penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 akibat shortfall hingga Rp 219 triliun.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan, langkah penyelamatan anggaran untuk yang kesekian kalinya bisa saja dilakukan pemerintah demi menjaga keuangan negara. Hanya saja, ia meminta agar pemangkasan tidak mengorbankan belanja daerah yang harus direm yang justru bakal ikut menahan pembangunan di daerah.
Yenny menilai, pemangkasan anggaran bila memang harus dilakukan lagi, harus lebih fokus pada pos-pos pengeluaran kementerian dan lembaga yang tidak sejalan dengan target pembangunan Presiden Jokowi. Artinya, pemerintah harus menyisir kembali 108 kementerian dan lembaga yang dianggap tidak menunjang target prioritas dalam jangka pendek.
"Bisa dilakukan (pemangkasan anggaran) tetapi kemudian bukan daerah yang dikorbankan. Itu catatanya. Yang dikorbankan adalah kementerian lembaga yang tidak mendukung rencana kerja pemerintah. Kan ada 108 kementerian lembaga dan belum tentu dari semuanya menunjang kerja-kerja yang sesuai sama prioritas presiden," ujar Yenny, Selasa (6/9).
Selain pemangkasan anggaran, Yenny menyebut ada sejumlah langkah yang bisa pemerintah lakukan termasuk pengusutan pengelakan pajak dan memaksa perusahaan besar untuk melunasi piutang pajak. DPR, lanjut Yenny, harus segara memanggil Kementerian Keuangan untuk segera mengambil langkah-langkah penyelamatan.
"Kemudian ada 60 persen perusahaan asing di Indonesia dari total yang ada tidak membayar royalti. Itu yang harus kemudian dijadikan strategi dari kementerian keuangan. Kemudian bicara soal laba yang ditahan di BUMN. Itu yang perlu di tanyakan dan itu bisa menutup kekurangan kita. Bukan kemudian mengejar target amnesti dari kalangan menengah ke bawah," katanya.