REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Tanah Air tergantung pada kondisi ekonomi yang sedang berlangsung.
"PNBP kan Penerimaaan Negara Bukan Pajak, fungsi dari kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonomi naiknya cepat, maka PNBP naiknya bisa cepat," kata Kepala BKF Suahasil Nazara di sela-sela rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin (5/9).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PNBP dalam RAPBN 2017 ditargetkan mencapai Rp 240,4 triliun, menurun dua persen dibandingkan target dalam APBNP 2016 Rp 245,1 triliun. Jika dihitung persentase kontribusinya dalam RAPBN 2017, PNBP sendiri berkontribusi sebesar 1,7 persen dari PDB. "Kalau pertumbuhan ekonomi naik tapi tidak terlalu cepat, ya PNBP akan tercermin di situ," ujarnya.
Potensi PNBP dinilai oleh banyak pihak harus terus digali dengan tetap menjaga pelayanan kementerian atau lembaga terkait. Kontribusi PNBP K/L dinilai dapat lebih ditingkatkan. Kementeriaan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) misalnya, diharapkan dapat mengurangi inefisiensi dan kebocoran sumber migas dan minerba, serta pengendalian serta biaya pemulihan (cost recovery).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diharapkan dapat melakukan pengelolaan hasil laut yang lebih seimbang. Sementara itu, Kementerian BUMN diharapkan dapat meningkatkan kinerja BUMN. Sedangkan kementerian-lembaga lain pengelola PNBP, diharapkan dapat memperbaiki tarif dan jenis PNBP agar lebih realistis, namun tetap memperhatikan pelayanan publik.